BAB I
PENDAHULUAN
A.LatarBelakang
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat
yang optimal di seluruh wilayah Republik Indonesia. Salah satu
upaya pembangunan kesehatan yang dilakukan untuk
meningkatkan derajat kesehatan adalah melalui Program
Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) yang bertujuan untuk
menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan serta
mengurangi dampak sosial dari penyakit menular. Dengan
kemajuan teknologi, di negara maju banyak penyakit menular
yang telah mampu diatasi, bahkan ada yang telah dapat dibasmi.
Namun, masalah penyakit menular masih tetap dirasakan oleh
sebagian besar penduduk negara berkembang, salah satunya
adalah penyakit meningitis. 2 Meningitis merupakan infeksi cairan
otak yang disertai radang selaput otak dan medulla spinalis yang
superfisial. Lebih dari 70 % kasus meningitis terjadi pada anak usia
bawah lima tahun.
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai
piameter(lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam
derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula
spinalis yang superfisial/suatu peradangan selaput otak yang
biasanya diikuti pula oleh peradangan otak/peradangan pada
selaput meninges yang menyelubungi otak yang disebabkan oleh
bakteri atau virus.Meningitis dibagi menjadi dua golongan
berdasarkan perubahan yang terjadipada cairan otak yaitu
meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis
serosaditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi
disertai cairan serebrospinalyang jernih. Penyebab yang paling
sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis danvirus.
Meningitis purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis yang
bersifatakut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan
disebabkan oleh bakterispesifik maupun virus. Meningitis
Meningococcus merupakan meningitis purulentayang paling
sering terjadi.Penularan kuman dapat terjadi secara kontak
langsung dengan penderita dandroplet infection yaitu terkena
percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan cairantenggorok
penderita.17 Saluran nafas merupakan port d’entree utama pada
penularanpenyakit ini. Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain
melalui pertukaran udara dari pernafasan dan sekresi-sekresi
tenggorokan yang masuk secara hematogen(melalui aliran darah)
ke dalam cairan serebrospinal dan memperbanyak diri didalamnya
sehingga menimbulkan peradangan pada selaput otak dan otak.
B.TUJUAN
1.Mengetahui berbagai macam jenis penyakit meningitis.
2.Mengetahui faktor-faktoryang berkaitan dengan penyakit
meningitis
3.Mengetahui identifikasi gizi pada pasien penyakit meningitis.
BAB II
ISI
A. Jenis-jenis Meningitis
Meningitis Viral
a) Identifikasi.
Relatif sering ditemukan namun penyakit ini jarang sekali
ditemukan dengan sindroma klinis serius atau dengan penyebab
virus yang multiple, ditandai dengan munculnya demam tiba-tiba
dengan gejala dan tanda-tanda meningeal. Pemeriksaan likuor
serebrospinal ditemukan pleositosis (biasanya mononukleosis tapi
bisa juga polimorfo 353 nuklier pada tahap-tahap awal), kadar
protein meningkat, gula normal dan tidak ditemukan bakteri.
Ruam seperti rubella sebagai ciri infeksi yang disebabkan oleh
virus echo dan virus coxsackie; ruam vesikuler dan petekie bisa
juga timbul. Penyakit dapat berlangsung sampai 10 hari.
Paresis sementara dan manifestasi ensefalitis dapat terjadi;
sedangkan kelumpuhan jarang terjadi. Gejala-gejala sisa dapat
bertahan sampai 1 tahun atau lebih, berupa kelemahan, spasme
otot, insomnia dan perubahan kepribadian. Penyembuhan
biasanya sempurna. Gejala pada saluran pencernaan dan saluran
pernafasan biasanya karena infeksi enterovirus. Berbagai jenis
penyakit lain disebabkan oleh bukan virus gejalanya dapat
menyerupai meningitis aseptik; misalnya seperti pada meningitis
purulenta yang tidak diobati dengan baik, meningitis karena TBC
dan meningitis kriptokokus, meningitis yang disebabkan oleh
jamur, sifilis serebrovaskuler dan LGV.
Reaksi pasca infeksi dan pasca vaksinasi perlu dibedakan dengan
meningitis aseptik antara lain gejala sisa akibat campak, mumps,
varicella dan reaksi pasca imunisasi terhadap rabies dan cacar;
gejala yang muncul biasanya tipe ensefalitis. Leptospirosis,
listeriosis, sifilis, limfositik choriomeningitis, hepatitis, infeksi
mononucleosis, influenza dan penyakit-penyakit lain dapat
memperlihatkan gejala klinis yang sama dan penyakit-penyakit ini
akan dibahas pada bab tersendiri. Pada kondisi optimal identifikasi
spesifik penyakit ini dapat dibuat terhadap hampir separuh dari
kasus-kasus yang ditemukan dengan menggunakan teknik
serologis dan isolasi. Virus dapat diisolasi pada stadium awal
penyakit dari bilas tenggorok dan tinja, kadang-kadang virus
ditemukan dari likuor serebrospinal dan darah dengan teknik
biakan jaringan dan inokulasi pada binatang.
b) Penyebab infeksi
Berbagai macam organisme dapat sebagai penyebab infeksi,
banyak diantaranya sebagai penyebab penyakit spesifik lainnya.
Banyak sekali jenis virus yang dapat menimbulkan gejala
meningeal. Separuh lebih dari kasus tidak ditemukan
penyebabnya. Pada waktu terjadi KLB mumps, virus ini diketahui
sebagai penyebab lebih dari 25% kasus meningitis aseptik pada
populasi yang tidak diimunisasi.
Virus coxsackie grup B tipe 1-6 sebagai penyebab dari 1/3 kasus;
dan echovirus tipe 2,5,6,7,9 (kebanyakan), 10, 11, 14, 18 dan 30,
kira-kira sebagai penyebab separuh kasus. Virus coxsackie grup A
(tipe 2,3,4,7,9 dan 10), arbovirus, campak, herpes simplex I dan
virus varicella, virus Choriomeningitis limfositik, adenovirus dan
virus jenis lain bertanggungjawab terhadap terjadinya kasus-
kasus sporadis. Insidensi dari tipe-tipe spesifik bervariasi menurut
wilayah geografis dan waktu. Leptospira bertanggungjawab
terhadap lebih dari 20% kasus-kasus meningitis aseptik di berbagai
wilayah di dunia ini
c) Distribusi penyakit
Tersebar di seluruh dunia, timbul sebagai kasus-kasus endemis
dan sporadis. Angka insidensi yang sebenarnya tidak diketahui.
Meningkatnya jumlah kasus berhubungan dengan musim, pada
akhir musim panas dan awal musim semi jumlah penderita
meningkat terutama yang disebabkan oleh arbovirus dan
enterovirus sementara KLB meningitis aseptik yang terjadi di akhir
musim dingin terutama disebabkan oleh mumps.
d) Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan
sekitarnya
1) Laporan ke kantor Instansi Kesehatan setempat: di daerah
endemis tertentu penyakit ini wajib dilaporkan; di beberapa negara
dan negara bagian di Amerika Serikat bukan sebagai penyakit yang
harus dilaporkan, Kelas 3 B. Bila penyebab infeksi dapat dipastikan
melalui pemeriksaan laboratorium maka didalam laporan sebutkan
penyebab infeksinya; sebaliknya apabila penyebabnya tidak
diketahui laporkan sebagai kasus yang tidak diketahui etiologinya.
2) Isolasi: Diagnosa pasti ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan
laboratorium biasanya baru didapat setelah penderita sembuh.
Oleh karena itu kewaspadaan enterik sudah harus dilakukan 7 hari
setelah mulai sakit, kecuali kalau diagnosa pasti sudah menyatakan
bahwa penyebabnya adalah nonenterovirus.
3) Disinfeksi serentak: Tidak diperlukan kewaspadaan khusus selain
menerapkan sanitasi rutin.
4) Investigasi kontak dan sumber infeksi: Biasanya tidak dilakukan.
5) Pengobatan spesifik: Seperti halnya pada penyakit yang
disebabkan oleh virus, tidak ada pengobatan spesifik.
2. Meningitis Bakterial
Angka insidensi meningitis bakterial yang dilaporkan di Amerika
Serikat, 10 tahun setelah pertama kali vaksin terhadap
Haemophillus influenza serotipe b (Hib) diijinkan beredar adalah
2,2/100.000/tahun dan kira-kira sepertiga penderita anak berumur
5 tahun. Hampir semua bakteri dapat menyebabkan infeksi pada
semua umur, tetapi seperti yang dilaporkan pada akhir tahun
1990-an penyebab yang paling sering adalah Neisseria
meningitidis dan Streptococcus pneumoniae.
Sedangkan penyakit yang disebabkan oleh infeksi meningokokus,
timbul secara sporadis dan kadang-kadang muncul sebagai KLB; di
banyak negara meningokokus merupakan penyebab utama dari
meningitis bakterial. Meningitis yang disebabkan oleh Hib,
sebelumnya merupakan salah satu penyebab yang paling sering
dari meningitis bakterial. Bakteri penyebab meningitis yang paling
jarang adalah stafilokok, bakteri enterik, grup B streptokokus dan
Listeria yang menyerang orang dengan kerentanan yang spesifik
(seperti pada neonatus, penderita gangguan sistem imunitas) atau
sebagai akibat trauma pada kepala.
3. Meningitis Meningokokus
a) Identifikasi.
Penyakit bakterial akut dengan katarektistik muncul demam
mendadak, nyeri kepala hebat, mual dan sering disertai muntah,
kaku kuduk dan seringkali timbul ruam petekie dengan makula
merah muda atau sangat jarang berupa vesikel. Sering terjadi
delirium dan koma; pada kasus fulminan berat timbul gejala
prostrasi mendadak, ecchymoses dan syok. Dulu angka kematian
mencapai >50% namun dengan diagnosa dini, terapi modern dan
tindakan suportif, angka kematian 5-15%. Lebih dari 5-15%
penduduk di negara endemis merupakan carrier tanpa gejala,
ditemukan koloni Neisseria meningitidis di daerah nasofaring.
Sebagian kecil dari orang ini akan berkembang menjadi penyakit
yang invasif dengan ditandai satu atau lebih gejala klinis seperti
bakteremia, sepsis, meningitis atau pneumonia.
Banyak pada penderita sepsis timbul ruam petekie, kadang-kadang
disertai dengan nyeri dan radang sendi. Meningococcemia dapat
timbul tanpa mengenai selaput otak dan harus dicurigai pada
kasus-kasus demam akut yang tidak diketahui penyebabnya
dengan ruam petekie dan lekositosis. Pada meningococcemia
fulminan angka kematian tetap tinggi walaupun telah diobati
dengan antibiotika yang tepat. Diagnosis pasti dibuat dengan
ditemukannya meningococci pada LCS atau darah. Pada kasus
dengan kultur negatif, diagnosis dibuat didukung dengan
ditemukannya polisakarida terhadap grup sepesifik meningococcal
pada LCS dengan teknik IA, CIE dan teknik koaglutinasi; atau
ditemukannya DNA meningococcal pada LCS atau pada plasma
dengan PCR. Pemeriksaan mikroskopis dengan pewarnaan gram,
sediaan yang diambil dari petekie organismenya dapat diketahui.
b) Penyebab Infeksi
Penyebab inveksi adalahN. meningitidis, suatu jenis
meningokokus N. meningitidis grup A, penyebab utama KLB di AS
(tidak ditemukan sejak tahun 1945) dan di tempat lian; sedangkan
grup B, C dan Y diakhir tahun 1990-an sebagai penyebab
kebanyakan kasus di AS. Genotipe tertentu tercatat sebagai
penyebab terjadinya beberapa KLB. Serogrup lainnya diketahui
juga berperan sebagai patogen (misalnya grup W-135, X dan Z).
Organisme dari kelompok ini kurang begitu virulen, namun kasus-
kasus fatal dan infeksi sekunder pernah dilaporkan disebabkan oleh
hampir semua serogroup. KLB N. meningitidis biasanya
disebabkan oleh strain yang berdekatan. Untuk mengetahui strain
penyebab KLB dan luasnya KLB, maka subtyping dari isolat
dengan menggunakan metoda seperti disebutkan di bawah ini
sangat bermanfaat: 356 - multilocus enzyme electrophoresis –
pulsed-field gel electrophoresis – enzyme-restricted DNA
fragments.
c) Distribusi penyakit
Infeksi oleh meningokokus terjadi dimana-mana, namun
puncaknya terjadi pada akhir musim dingin dan awal musim
semi. Pada awalnya infeksi meningokokus terjadi pada anak-anak
dan dewasa muda, di banyak negara laki-laki lebih banyak
terserang daripada wanita, dan sering terjadi pada pendatang baru
yang berkumpul/berjejalan pada suatu tempat seperti di dalam
barak dan asrama penampungan. Wilayah yang selama ini
diketahui sebagai daerah yang insidensinya tinggi adalah
AfrikaTengah dimana infeksi disebabkan oleh grup A.
d) Cara penularan
Penularan terjadi dengan kontak langsung seperti melalui droplet
dari hidung dan tenggorokan orang yang terinfeksi. Infeksi
biasanya menyebabkan infeksi subklinis pada mukosa. Invasi
dengan jumlah bakteri yang cukup untuk menyebabkan terjadinya
penyakit sistemik sangat jarang. Prevalensi carrier yang mencapai
25% atau lebih dapat terjadi tanpa ada kasus meningitis. Selama
KLB lebih dari setengah laki-laki personil militer mungkin sebagai
carrier sehat kuman meningokokus. Penyebaran melalui barang
dan alat-alat tidak terbukti.Masa inkubasi bervariasi dari 2-10
hari, biasanya 3-4 hari.
e) Masa penularan
Penularan dapat terus terjadi sampai kuman meningokokus tidak
ditemukan lagi di hidung dan mulut. Meningokokus biasanya
hilang dari nasofaring dalam waktu 24 jam setelah pengobatan
dengan antibiotika trerhadap mikroba yang masih sensitif terhadap
antibiotika tersebut apabila kadar obat mencapai konsentrasi yang
cukup di dalam sekret orofaring. Penisilin dapat menekan jumlah
organisme untuk sementara namun biasanya tidak dapat
menghilangkan organisme ini dari oronasofaring.
f) Kerentanan dan kekebalan
Kerentanan terhadap penyakit klinis rendah dan menurun sesuai
dengan umur; rasio antara carrier dengan kasus sangat tinggi. Dan
mereka yang di dalam darahnya kekurangan beberapa komponen
komplemen sangat mudah kambuh dan terserang penyakit ini
lagi. Orang yang telah diambil limpanya sangat mudah mengalami
bakteriemia walaupun hanya mengalami infeksi subklinis. Dapat
muncul kekebalan spesifik terhadap grup bakteri yang
menginfeksi. Lamanya antibodi spesifik ini bertahan belum
diketahui.
g) Cara-cara pemberantasan
Cara-cara pencegahan
1) Berikan penyuluhan kepada masyarakat untuk mengurangi
kontak langsung dan menghindari terpajan dengan droplet
penderita.
2) Mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan perumahan dan di
lingkungan seperti dalam barak, sekolah, tenda dan kapal.
3) Vaksin yang mengandung polisakarida meningokokus grup A,
C, Y dan W-135 telah terdaftar dan beredar di Amerika Serikat dan
negara lainnya untuk digunakan pada orang dewasa dan anak-
anak yang lebih besar, saat ini hanya vaksin kuadrivalen yang
tersedia di Amerika Serikat. Vaksin meningokokus efektif pada
orang dewasa diberikan pada saat melakukan rekruitmen militer di
AS sejak tahun 1972. Vaksin ini juga digunakan untuk
mengendalikan KLB grup C yang terjadi di masyarakat dan di
sekolah pada tahun 1990-an. Vaksin ini harus diberikan kepada
kelompok risiko tinggi tertentu yaitu anak-anak pada usia di atas 2
tahun yang rentan terhadap infeksi berat meningokokus termasuk
harus diberikan kepada penderita yang limpanya sudah diambil,
orang dengan defisiensi komplemen terminal, staf laboratorium
yang terpajan secara rutin dengan N. meningitidis. Sayang sekali
komponen C mempunyai imunogenisitas rendah dan tidak efektif
bila diberikan bagi anak di bawah usia 2 tahun. Vaksin serogroup
A mungkin efektif bila diberikan kepada anak usia lebih muda, 3
bulan sampai 2 tahun, pada usia ini diberikan 2 dosis vaksin
dengan interval 3 bulan. Sedangkan untuk anak usia di atas 2
tahun hanya diberi dosis tunggal. Waktu perlindungan sangat
terbatas, terutama pada anak usia kurang dari 5 tahun. Imunisasi
rutin bagi masyarakat umum di Amerika Serikat tidak dianjurkan.
Pemberian imunisasi kepada para pelancong akan mengurangi
risiko tertulari apabila mereka berkunjung ke negara yang pernah
mengalami wabah meningokokus grup A atau C. Imunisasi ulang
dapat dipertimbangkan untuk diberikan dalam jangka waktu 3- 5
tahun apabila tidak ada indikasi untuk mendapatkan vaksinasi.
Tidak ada vaksin yang terdaftar saat ini di AS efektif terhadap
infeksi grup B, walaupun beberapa jenis vaksin telah
dikembangkan dan telah diujicoba menunjukkan efikasi yang
lumayan bila diberikan kepada anak-anak yang lebih besar dan
kepada orang dewasa. Vaksin konyugat terhadap serogroup A
dan C masih dalam proses uji coba klinis. Untuk bayi dan anak-
anak, vaksin meningokokus konyugat serogroup A, C, Y dan
W-135 telah dikembangkan dengan metoda yang sama dengan
metoda pembuatan vaksin konyugat untuk Haemophilus
influenzae tipe b. Vaksin-vaksin ini diharapkan sudah dapat
digunakan rutin di Inggris mulai tahun 2000 dan di Amerika
Serikat dalam waktu 2-4 tahun kemudian.
Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar
1) Laporan ke instansi kesehatan setempat: Wajib dilaporkan di
banyak negara bagian (di Amerika) dan di beberapa negara di
dunia, Kelas 2 A.
2) Isolasi: Lakukan isolasi saluran nafas selama 24 jam setelah
dimulai pemberian chemotherapy. 3) Disinfeksi serentak: lakukan
desinfeksi terhadap discharge yang berasal dari sekret hidung dan
tenggorokan, dan barang-barang yang terkontaminasi.
Pembersihan menyeluruh.
5) Perlindungan kontak: Lakukan surveilans ketat terhadap anggota
keluarga penderita, rumah penitipan anak dan kontak dekat lainnya
untuk menemukan penderita secara dini, khususnya terhadap
mereka yang demam agar segera dilakukan pengobatan yang
tepat secara dini; pemberian profilaktik, kemoterapi yang efektif
untuk melindungi kontak (kontak diantara anggota keluarga satu
rumah, personil militer yang berbagi tempat tidur dan orang-
orang yang secara sosial sangat dekat untuk saling bertukar
peralatan makan seperti teman dekat di sekolah, tapi bukan
seluruh kelas. Anak-anak di tempat penitipan merupakan
pengecualian dan walaupun bukan teman dekat maka semua
harus diberikan pengobatan profilaksis setelah ditemukan satu
kasus indeks. Pilihan antibiotika profilaksis adalah rifampisin,
diberikan 2 kali sehari selama 2 hari: orang dewasa 600 mg per
dosis; bayi di atas 1 tahun 10 mg/kg BB; anak umur kurang dari 1
bulan 5 mg/kg BB. Rifampisin harus dihindari untuk diberikan bagi
wanita hamil. Rifampisin dapat mengurangi efektivitas kontrasepsi
oral. Untuk orang dewasa, ceftriaxone 250 mg IM dapat diberikan
sebagai dosis tunggal dan terbukti cukup efektif; 125 mg IM untuk
anak di bawah umur 15 tahun. Ciprofloxacin 500 mg per oral
dosis tunggal dapat juga diberikan untuk orang dewasa. Bila
kuman sensitif terhadap sulfadiazine, dapat diberikan pada orang
dewasa dan anak-anak yang lebih besar dengan dosis 1 gram
setiap 12 jam, dalam 4 dosis; untuk bayi dan anak-anak dosisnya
adalah 125-150 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 dosis, setiap 2 hari
sekali. Pada tahun 1993 sulfadiazine tidak lagi diproduksi di
Amerika Serikat dan diperlukan bantuan dari CDC Atlanta untuk
mendapatkan obat ini. Petugas kesehatan jarang sekali berada
dalam risiko tertulari sekalipun dia merawat penderita, hanya
mereka yang kontak erat dengan sekret nasofaring (seperti pada
waktu resusitasi mulut ke mulut) yang memerlukan pengobatan
profilaksis. Pemberian imunisasi kepada kontak dalam lingkungan
keluarga kurang bermanfaat karena tidak cukup waktu.
6) Investigasi kontak dan sumber infeksi: Kultur dari tenggorokan
dan nasofaring tidak bermanfaat untuk menentukan siapa saja
yang harus menerima pengobatan profilaksis karena pembawa
kuman sangat bervariasi dan tidak ada hubungan yang konsisten
antara koloni yang ditemukan secara normal pada populasi umum
dengan koloni yang ditemukan pada saat terjadi KLB.
7) Pengobatan spesifik: Penisilin yang diberikan parenteral dalam
dosis yang adekuat merupakan obat pilihan untuk mengobati
penyakit yang disebabkan oleh infeksi meningokokus; ampisilin
dan kloramfenikol juga efektif. Pengobatan harus segera dimulai
bila diagnosa terhadap tersangka telah ditegakkan, bahkan
sebelum kuman meningokokus dapat diidentifikasi. Pada penderita
anak-anak sambil menunggu agen penyebab spesifik dapat
diidentifikasi, pengobatan harus segera diberikan dengan obat
yang efektif terhadap Haemophilus influenzae tipe B (Hib) dan
terhadap Streptococcus pneumonia. Ampisilin merupakan obat
pilihan untuk kedua bakteri tersebut selama mereka masih sensitif
terhadap ampisilin. Ampisilin harus dikombinasikan dengan
generasi ketiga cephaloposporin, atau dengan kloramfenikol, atau
dengan vancomycin sebagai subsitusi di wilayah dimana
ditemukan H. influenzae dan S. pneumoniae yang resisten
terhadap ampisilin. Pasien dengan infeksi meningokokus atau Hib
harus diberi rifampisin sebelum dipulangkan dari rumah sakit
apabila sebelumnya tidak diberikan obat generasi ketiga
cephalosporin atau ciprofloxacin. Hal ini dilakukan agar ada
kepastian bahwa organisme telah terbasmi.
Penanggulangan KLB
1) Bila terjadi KLB, upaya paling penting yang harus dilakukan
adalah meningkatkan kegiatan surveilans, diagnosa dan
pengobatan dini dari kasus-kasus yang dicurigai. Kepanikan dan
kecurigaan yang terlalu tinggi tidak bermanfaat.
2) Pisahkan orang-orang yang pernah terpajan dengan penderita
dan berikan ventilasi yang cukup terhadap tempat tinggal dan
ruang tidur bagi orang-orang yang terpajan dengan kuman yang
disebabkan karena kepadatan (misalnya: barak dan asrama tentara,
pekerja tambang dan tahanan). 3) Pengobatan pencegahan masal
biasanya tidak efektif untuk mengatasi KLB. Pada KLB yang terjadi
pada sekelompok kecil penduduk (misalnya di suatu sekolah),
pemberian pengobatan pencegahan pada semua orang
dikelompok itu dapat dipertimbangkan terutama apabila KLB
tersebut disebabkan oleh serogrup yang tidak termasuk dalam
vaksin yang ada. Bila dilakukan pengobatan masal harus diberikan
pada seluruh anggota masyarakat pada saat yang sama. Semua
kontak dekat harus dipertimbangkan untuk mendapat pengobatan
profilaksis, tanpa melihat apakah seluruh anggota masyarakat
sudah diobati (lihat 9B5 di atas).
4) Pemberian vaksin pada semua kelompok umur yang terkena
seharusnya dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh apabila
terjadi KLB di suatu institusi yang besar atau di masyarakat dimana
kasus disebabkan oleh infeksi grup A, C, W-135 dan Y. Vaksin
meningokokus sangat efektif untuk menghentikan wabah yang
disebabkan oleh serogrup A dan C. Hal-hal yang diuraikan berikut
ini dapat membantu apakah kita perlu memberikan imunisasi
kepada orang-orang yang berisiko pada saat terjadi KLB yang
diduga disebabkan oleh grup C:
a) Pastikan terlebih dahulu bahwa telah terjadi KLB dan
deskripsikan secara epidemiologis untuk menemukan kelompok
umur yang terkena dan denominator sosial lainnya (misalnya:
sekolah, tempat penitipan anak, organisasi kemasyarakatan, kelab
malam, kota) dari orang-orang yang terkena;
b) hitung attack rate strain bakteri yang menyebabkan KLB pada
populasi yang berisiko; c) bila mungkin, lakukan isolasi subtipe N.
meningotidis penyebab KLB menggunakan metoda molekuler. Bila
paling tidak ditemukan tiga kasus yang disebabkan oleh grup C
dengan subtipe yang sama selama 3 bulan dan kasus baru 360
tetap muncul dan attack rate meningkat menjadi 10 kasus grup C
per 100.000 penduduk, maka pemberian imunisasi kepada
kelompok masyarakat yang berisiko tersebut harus
dipertimbangkan.
1. 4. Haemophilus Meningitis (Meningitis yang disebabkan
oleh Haemophilus influenzae)
a) Identifikasi
Di masa vaksin konyugat Haemophilus b belum dipakai secara
luas, H. influenzae merupakan penyebab meningitis bakterial yang
paling utama pada anak-anak umur 2 bulan sampai dengan 5
tahun di Amerika. Biasanya disebabkan oleh karena terjadi
bakteriemia. Timbulnya gejala dapat subakut tetapi biasanya
muncul mendadak; gejalanya berupa demam, muntah, letargi dan
iritasi meningeal, dengan ubun-ubun menonjol pada bayi atau
kaku kuduk dan kaku punggung pada anak yang lebih besar.
Sering cepat terjadi stupor atau koma. Biasanya didahului dengan
demam ringan selama beberapa hari dengan gejala SSP yang
samar. Diagnosis dibuat dengan melakukan isolasi organisme
penyebab dari darah atau cairan serebro spinal. Polisakarida
kapsular spesifik dapat diidentifikasi dengan menggunakan teknik
CIE atau LA.
b) Penyebab infeksi
Penyebab paling sering adalah H. influenzae serotipe b (Hib).
Organisme ini dapat juga menyebabkan epiglottitis, pneumonia,
septic arthritis, cellulites, pericarditis, empyema dan osteomyelitis.
Serotipe lainnya jarang sekali menyebabkan meningitis.
c) Distribusi penyakit
Tersebar di seluruh dunia; paling prevalens diantara amak umur 2
bulan sampai 3 tahun; jarang terjadi pada usia 5 tahun. Di negara
berkembang, puncak insidensi adalah pada anak usia kurang dari
6 bulan; di Amerika Serikat pada anak usia 6-12 bulan. Sebelum
adanya vaksin untuk Hib di Amerika Serikat, kira-kira 12.000 kasus
meningitis Hib dilaporkan terjadi pada anak umur kurang dari 5
tahun dibandingkan dengan hanya 25 kasus pada tahun 1998.
Sejak tahun 1990-an, dengan penggunaan vaksin secara luas pada
anak-anak, meningitis yang disebabkan Hib boleh dikatakan telah
menghilang; sekarang banyak kasus terjadi pada orang dewasa
dibandingkan pada anak-anak. Kasus sekunder dapat terjadi di
lingkungan dan tempat penitipan anak.
d) Reservoir – Manusia.
e) Cara penularan
Melalui droplet, sekret hidung dan tenggorokan selama periode
infeksius. Tempat masuknya kuman seringkali adalah nasofaring.
f) Masa inkubasi – Tidak diketahui, mungkin sekitar 2-4 hari.
g) Masa penularan
Selama masih ada kuman di tenggorokan selama itu orang
tersebut dapat menularkan kepada orang lain; berlangsung cukup
lama, walaupun tidak ada discharge hidung. Penderita tidak lagi
menular dalam waktu 24-48 jam setelah dimulainya pengobatan
dengan antibiotika yang efektif.
h) Kerentanan dan kekebalan
Semua orang rentan terhadap infeksi. Imunitas timbul ditandai
dengan adanya antibodi bakterisidal dan atau antibodi antikapsul di
dalam darah baik yang didapat secara transplacental maupun
karena terinfeksi sebelumnya atau karena imunisasi.
i) Cara-cara pemberantasan
Upaya pencegahan
1) Melalui program imunisasi pada anak-anak. Beberapa jenis
vaksin yang berisi konyugat protein polisakarida dapat melindungi
anak-anak dari meningitis pada umur lebih dari 2 bulan dan vaksin
ini telah terdaftar di AS sebagai vaksin tunggal atau sebagai vaksin
kombinasi dengan lainnya. Imunisasi dianjurkan mulai diberikan
sejak usia 2 bulan, diikuti dengan dosis berikutnya diberikan
setelah 2 bulan, jumlah dosis bervariasi tergantung jenis vaksin
yang digunakan. Semua jenis vaksin membutuhkan booster pada
usia 12-25 bulan. Imunisasi rutin tidak dianjurkan pada anak usia di
atas 5 tahun.
2) Lakukan pengamatan kasus yang mungkin timbul pada
populasi yang rentan seperti pada tempat-tempat penitipan anak
dan rumah yatim piatu.
3) Berikan penyuluhan kepada orang tua tentang kemungkinan
timbulnya kasus sekunder pada saudara penderita yang berumur
kurang dari 4 tahun dan perlu dilakukan evaluasi dan pengobatan
bila ditemukan penderita dengan demam atau kaku kuduk.
.
Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar
1) Laporan kepada instansi kesehatan setempat; di daerah endemis
tertentu di Amerika Serikat wajib dilaporkan.
2) Isolasi: Isolasi saluran nafas selama 24 jam setelah dimulainya
pengobatan.
3) Perlindungan kontak: Pengobatan profilaksis dengan rifampin
(diberikan oral sehari sekali selama 4 hari dengan dosis 20 mg/kg
BB, dosis maksimal 600 mg/hari), diberikan kepada semua kontak
serumah (termasuk orang dewasa) 362 dimana di dalam rumah
tersebut ada satu atau lebih bayi (selain dari kasus indeks) yang
berumur kurang dari 12 bulan atau di rumah tersebut ada anak
berumur 1-3 tahun yang tidak mendapatkan imunisasi secara
adekuat. Apabila dua atau lebih kasus invasive ditemukan dalam
waktu 60 hari, anak-anak yang tidak diimunisasi atau diimunisasi
tidak lengkap berkunjung ke tempat penitipan anak tersebut, maka
dilakukan pemberian rifampin kepada semua pengunjung dan
petugas perawatan anak. Bila hanya timbul satu kasus saja,
pemberian pengobatan profilaksis dengan rifampin masih
diperdebatkan.
4) Investigasi kontak dan sumber infeksi: lakukan pengamatan
kontak bagi mereka yang berusia di bawah 6 tahun khususnya
terhadap bayi yang ada di rumah, yang berada pada pusat
perawatan anak untuk melihat kalau ada tanda-tanda sakit
khususnya demam.
5) Pengobatan spesifik: Ampisilin merupakan obat pilihan (dalam
bentuk suntikan 200-400 mg/kg BB/hari). Oleh karena 30% dari
strain yang ada sudah resisten terhadap ampisilin oleh karena
bakteri tersebut memproduksi beta laktamase, maka dianjurkan
untuk menggunakan ceftriaxione, cefotaxime atau
chloramphenicol bersama dengan ampisilin atau tersendiri sampai
saat hasil tes sensitivitas terhadap antibiotika diperoleh. Pasien
harus diberi rifampin, sebelum dipulangkan dari rumah sakit untuk
memastikan eliminasi kuman.
5. Penumococcal Meningitis
Meningitis pneumokokus mempunyai angka kematian yang
sangat tinggi. Dapat muncul dalam bentuk fulminan dan timbul
bakterimia tanpa harus ada infeksi di tempat lain, walaupun
mungkin terjadi otitis media atau mastoiditis pada saat yang sama.
Biasanya penyakit muncul tiba-tiba berupa demam tinggi,
kelemahan umum atau koma dan tanda-tanda iritasi meningeal.
Pneumococcal meningitis dapat muncul sebagai penyakit sporadis
pada neonatus, pada orang usia lebih tua dan kelompok tertentu
yang berisiko seperti pasien tanpa limpa dan pada penderita
dengan hipogamaglobulinemia. Fraktur pada basioscranii
menyebabkan terjadi hubungan yang menetap dengan nasofaring
diketahui sebagai faktor predisposisi.
6. Neonatal Meningitis
Neonatus dengan neonatal meningitis, timbul letargi, kejang,
episode apnoe (napas terhenti), susah makan, hipotermi dan
kadang-kadang terjadi gangguan berat pada pernafasan dan
biasanya terjadi pada minggu-minggu pertama kehidupan. Hitung
darah putih bisa meningkat atau menurun. Kultur LCS
memperlihatkan adanya streptokokus grup B, Listeria
monocytogenes (lihat Listeriosis), E. coli K-1 atau kuman lainnya
yang didapat melalui jalan lahir. Bayi usia 2 minggu-2 bulan bisa
menunjukkan gejala yang sama, ditemukan mikroorganisme
Streptokokus grup B atau kelompok Klebsiella- Enterobacter-
Serratia didalam LCS dan bakteri ini biasanya didapat dari ruang
perawatan. Meningitis pada kedua grup ini berkaitan dengan
terjadinya septikemia. Pengobatan dilakukan dengan ampisilin
ditambah dengan obat generasi ketiga cephalosporin atau
aminoglycoside, sampai kuman penyebab diketahui dan hasil tes
sensitivitas terhadap antibiotika sudah ada.
1. B. Infectious Agent Meningitis
Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, jamur,
cacing dan protozoa. Penyebab paling sering adalah virus dan
bakteri. Meningitis yang disebabkan oleh bakteri berakibat lebih
fatal dibandingkan meningitis penyebab lainkarena mekanisme
kerusakan dan gangguan otak yang disebabkan oleh bakteri
maupun produk bakteri lebih berat.Infectious Agent meningitis
purulentamempunyai kecenderungan pada golongan umur
tertentu, yaitu golongan neonatuspaling banyak disebabkan oleh
E.Coli, S.beta hemolitikus dan Listeriamonositogenes. Golongan
umur dibawah 5 tahun (balita) disebabkan olehH.influenzae,
Meningococcus dan Pneumococcus. Golongan umur 5-20
tahundisebabkan oleh Haemophilus influenzae, Neisseria
meningitidis dan StreptococcusPneumococcus, dan pada usia
dewasa (>20 tahun) disebabkan oleh
Meningococcus,Pneumococcus, Stafilocccus, Streptococcus dan
Listeria.20 Penyebab meningitisserosa yang paling banyak
ditemukan adalah kuman Tuberculosis dan virus.
Meningitis yang disebabkan oleh virus mempunyai prognosis
yang lebih baik,
cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Penyebab meningitis
virus yang paling sering ditemukan yaitu Mumpsvirus, Echovirus,
dan Coxsackie virus , sedangkan Herpes simplex , Herpes zooster,
dan enterovirus jarang menjadi penyebab meningitis aseptik(viral).
C. Anatomi dan Fisiologi Selaput Otak
Otak dan sum-sum tulang belakang diselimuti meningea yang
melindungi struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh
darah dan sekresi cairan serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga
lapis, yaitu:
1. Lapisan Luar (Durameter)
Durameter merupakan tempat yang tidak kenyal yang
membungkus otak, sumsum tulang belakang, cairan
serebrospinal dan pembuluh darah. Durameter terbagi lagi atas
durameter bagian luar yang disebut selaput tulang tengkorak
(periosteum) dan durameter bagian dalam (meningeal) meliputi
permukaan tengkorak untuk membentuk falks serebrum,
tentorium serebelum dan diafragma sella.
2. Lapisan Tengah (Arakhnoid)
Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang
memisahkan durameter dengan piameter, membentuk sebuah
kantung atau balon berisi cairan otak yang meliputi seluruh
susunan saraf pusat. Ruangan diantara durameter dan arakhnoid
disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan jernih
menyerupai getah bening. Pada ruangan ini terdapat pembuluh
darah arteri dan vena yang menghubungkan sistem otak dengan
meningen serta dipenuhi oleh cairan serebrospinal.
3. Lapisan Dalam (Piameter)
Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan
pembuluh darah kecil yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah
yang banyak. Lapisan ini melekat erat dengan jaringan otak dan
mengikuti gyrus dari otak. Ruangan diantara arakhnoid dan
piameter disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang ruangan ini
berisi sel radang.Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke
sumsum tulang belakang.
D. Patofisiologi Meningitis
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran
penyakit di organatau jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri
menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya
pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia,
Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran bakteri/virus
dapat pula secara perkontinuitatum dari peradangan organ atau
jaringan yang ada di dekat selaput otak, misalnya Abses otak,
Otitis Media, Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus dan
Sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi akibat trauma kepala
dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak.23 Invasi
kuman-kuman ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi
radang pada pia dan araknoid, CSS (Cairan Serebrospinal) dan
sistem ventrikulus.Mula-mula pembuluh darah meningeal yang
kecil dan sedang mengalami hiperemi; dalam waktu yang sangat
singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke
dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam
beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam
minggu kedua selsel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari
dua lapisan, bagian luar mengandung
leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisaan dalam
terdapat makrofag.Proses radang selain pada arteri juga terjadi
pada vena-vena di korteks dan dapat menyebabkan trombosis,
infark otak, edema otak dan degenerasi neuronneuron. Trombosis
serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen
menyebabkan kelainan kraniales. Pada Meningitis yang disebabkan
oleh virus, cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan
Meningitis yang disebabkan oleh bakteri.
E. Gejala Klinis Meningitis
Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas
mendadak, letargi, muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan
dengan pemeriksaan cairanserebrospinal (CSS) melalui pungsi
lumbal.Meningitis karena virus ditandai dengan cairan
serebrospinal yang jernih serta rasa sakit penderita tidak terlalu
berat. Pada umumnya, meningitis yang disebabkan oleh
Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise,
kemudian diikuti
oleh pembesaran kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke
susunan saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan oleh
Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit
tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya
ruam makopapular yang tidak gatal di daerah wajah, leher, dada,
badan, dan ekstremitas. Gejala yang tampak pada meningitis
Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada palatum, uvula,
tonsil, dan lidah dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit
kepala, muntah, demam, kaku leher, dan nyeri punggung.
Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat
pernafasan
dan gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi
secara akut dengan gejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan
pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang, dehidrasi dan
konstipasi, biasanya selalu ditandai dengan fontanella yang
mencembung. Kejang dialami lebih kurang 44 % anak dengan
penyebab Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus
pneumoniae, 21 % oleh Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi
Meningococcus. Pada anak-anak dan dewasa biasanya dimulai
dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas, penyakit juga
bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri kepala hebat,
malaise, nyeri otot dan
nyeri punggung. Cairan serebrospinal tampak kabur, keruh atau
purulen.
Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I
atau stadiumprodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan
dan nampak seperti gejala infeksibiasa. Pada anak-anak,
permulaan penyakit bersifat subakut, sering tanpa
demam,muntah-muntah, nafsu makan berkurang, murung, berat
badan turun, mudahtersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur
terganggu dan gangguan kesadaran berupaapatis. Pada orang
dewasa terdapat panas yang hilang timbul, nyeri kepala,konstipasi,
kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, dan
sangatgelisah.Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama
1 – 3 minggu dengangejala penyakit lebih berat dimana penderita
mengalami nyeri kepala yang hebat dankadang disertai kejang
terutama pada bayi dan anak-anak. Tanda-tanda rangsangan
meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku,
terdapat tanda-tanda
peningkatan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan muntah lebih
hebat. Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan
kelumpuhan dan gangguan kesadaran sampai koma. Pada
stadium ini penderita dapat meninggal dunia dalam waktu tiga
minggu bila tidak mendapat pengobatan sebagaimana mestinya.
F. Pemeriksaan Rangsangan Meningeal
1. Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa
fleksi danrotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan
kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa
nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan
juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala.
2. Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi
pada sendipanggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi
lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila
ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135° (kaki tidak dapat di
ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti
rasa nyeri.
3. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan
kirinyadibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien
kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah dada sejauh
mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan
terjadi fleksi involunter pada leher.
4. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra
Lateral Tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada
sendipanggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski
II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada
sendi panggul dan lutut kontralateral.
Pemeriksaan Penunjang Meningitis 3
1. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel
dan protein
cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya
peningkatan tekanan
intrakranial.
a. Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan
jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein normal,
kultur (-).
b. Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan
keruh, jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa
menurun, kultur (+) beberapa jenis bakteri.
2. Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju
EndapDarah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan
kultur.
a. Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja.
Disamping itu, pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga
peningkatan LED.
b. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
3. Pemeriksaan Radiologis
a. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila
mungkin dilakukan CT Scan.
b. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa
mastoid, sinus paranasal, gigi geligi) dan foto dada.
G. Epidemilogi Meningitis
1. Distribusi Frekuensi Meningitis
a. Orang/ Manusia
Umur dan daya tahan tubuh sangat mempengaruhi terjadinya
meningitis.Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki
dibandingkan perempuan dan distribusi terlihat lebih nyata pada
bayi. Meningitis purulenta lebih sering terjadi pada bayi dan anak-
anak karena sistem kekebalan tubuh belum terbentuk
sempurna.Puncak insidensi kasus meningitis karena Haemophilus
influenzae di negaraberkembang adalah pada anak usia kurang
dari 6 bulan, sedangkan di Amerika Serikat terjadi pada anak usia
6-12 bulan. Sebelum tahun 1990 atau sebelum adanya vaksin
untuk Haemophilus influenzae tipe b di Amerika Serikat, kira-kira
12.000 kasus meningitis Hib dilaporkan terjadi pada umur < 5
tahun.Insidens Rate pada usia < 5 tahun sebesar 40-100 per
100.000.7 Setelah 10 tahun penggunaan vaksin, Insidens Rate
menjadi 2,2 per 100.000.9 Di Uganda (2001-2002) Insidens Rate
meningitis Hib pada usia < 5 tahun sebesar 88 per 100.000.28
b. Tempat
Risiko penularan meningitis umumnya terjadi pada keadaan sosio-
ekonomirendah, lingkungan yang padat (seperti asrama, kamp-
kamp tentara dan jemaah haji), dan penyakit ISPA.16 Penyakit
meningitis banyak terjadi pada negara yang sedang berkembang
dibandingkan pada negara maju. Insidensi tertinggi terjadi di
daerah yang disebut dengan the AfricanMeningitis belt, yang luas
wilayahnya membentang dari Senegal sampai ke Ethiopia meliputi
21 negara. Kejadian penyakit ini terjadi secara sporadis dengan
Insidens Rate 1-20 per 100.000 penduduk dan diselingi dengan
KLB besar secara periodik.Di daerah Malawi, Afrika pada tahun
2002 Insidens Rate meningitis yang disebabkan oleh Haemophilus
influenzae 20-40 per 100.000 penduduk.
c. Waktu
Kejadian meningitis lebih sering terjadi pada musim panas dimana
kasuskasusinfeksi saluran pernafasan juga meningkat. Di Eropa
dan Amerika utara insidensi infeksi Meningococcus lebih tinggi
pada musim dingin dan musim semi sedangkan di daerah Sub-
Sahara puncaknya terjadi pada musim kering. Meningitis karena
virus berhubungan dengan musim, di Amerika sering terjadi
selama musim panas karena pada saat itu orang lebih sering
terpapar agen pengantar virus. Sebagian besar kasus terjadi pada
musim panas.
2. Determinan Meningitis
a. Host/ Pejamu
Meningitis yang disebabkan oleh Pneumococcus paling sering
menyerangbayi di bawah usia dua tahun.7 Meningitis yang
disebabkan oleh bakteri Pneumokokus 3,4 kali lebih besar pada
anak kulit hitam dibandingkan yang berkulit putih.Meningitis
Tuberkulosa dapat terjadi pada setiap kelompok umur tetapi lebih
sering terjadi pada anak-anak usia 6 bulan sampai 5 tahun dan
jarang pada usia di bawah 6 bulan kecuali bila angka kejadian
Tuberkulosa paru sangat tinggi. Diagnosa pada anak-anak ditandai
dengan test Mantoux positif dan terjadinya gejala meningitissetelah
beberapa hari mendapat suntikan BCG.
Penelitian yang dilakukan oleh Nofareni(1997-2000) di RSUP
H.Adam Malik
menemukan odds ratio anak yang sudah mendapat imunisasi
BCG untuk menderita meningitis Tuberculosis sebesar
0,2.Penelitian yang dilakukan oleh Ainur Rofiq (2000) di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) mengenai daya lindung vaksin
TBC terhadap meningitis Tuberculosis pada anak menunjukkan
penurunan resiko terjadinya meningitis Tb pada anak sebanyak
0,72 kali bila penderita diberi BCG dibanding dengan penderita
yang tidak pernah diberikan BCG.Meningitis serosa dengan
penyebab virus terutama menyerang anak-anak dan dewasa
muda (12-18 tahun). Meningitis virus dapat terjadi waktu orang
menderita campak, Gondongan (Mumps) atau penyakit infeksi
virus lainnya. Meningitis Mumpsvirus sering terjadi pada
kelompok umur 5-15 tahun dan lebih banyak menyerang laki-laki
daripada perempuan.Penelitian yang dilakukan di Korea (Lee,2005)
, menunjukkan resiko laki-laki untuk menderita meningitis dua kali
lebih besar dibanding perempuan.
b. Agent
Penyebab meningitis secara umum adalah bakteri dan virus.
Meningitispurulenta paling sering disebabkan oleh Meningococcus,
Pneumococcus dan Haemophilus influenzae sedangkan meningitis
serosa disebabkan olehMycobacterium tuberculosa dan virus. 3
Bakteri Pneumococcus adalah salah satu penyebab meningitis
terparah. Sebanyak 20-30 % pasien meninggal akibat meningitis
hanya dalam waktu 24 jam. Angka kematian terbanyak pada bayi
dan orang lanjutusia.
Meningitis Meningococcus yang sering mewabah di kalangan
jemaah haji dandapat menyebabkan karier disebabkan oleh
Neisseria meningitidis serogrup A,B,C,X,Y,Z dan W 135. Grup A,B
dan C sebagai penyebab 90% dari penderita. Di Eropa dan
Amerika Latin, grup B dan C sebagai penyebab utama sedangkan
di Afrika dan Asia penyebabnya adalah grup A.Wabah meningitis
Meningococcusyang terjadi di Arab Saudi selama ibadah haji
tahun 2000 menunjukkan bahwa 64% merupakan serogroup
W135 dan 36% serogroup A. Hal ini merupakan wabah meningitis
Meningococcus terbesar pertama di dunia yang disebabkan oleh
serogroup W135. Secara epidemiologi serogrup A,B,dan C paling
banyak menimbulkanpenyakit.
Meningitis karena virus termasuk penyakit yang ringan. Gejalanya
mirip sakitflu biasa dan umumnya penderita dapat sembuh
sendiri. Pada waktu terjadi KLB Mumps, virus ini diketahui sebagai
penyebab dari 25 % kasus meningitis aseptik pada orang yang
tidak diimunisasi. Virus Coxsackie grup B merupakan penyebab
dari 33 % kasus meningitis aseptik, Echovirus dan Enterovirus
merupakan penyebab dari 50 % kasus.Resiko untuk terkena
aseptik meningitis pada laki-laki 2 kali lebih sering dibanding
perempuan.
c. Lingkungan
Faktor Lingkungan (Environment) yang mempengaruhi terjadinya
meningitisbakteri yang disebabkan oleh Haemophilus influenzae
tipe b adalah lingkungan dengan kebersihan yang buruk dan padat
dimana terjadi kontak atau hidup serumah dengan penderita
infeksi saluran pernafasan.Risiko penularan meningitis
Meningococcus juga meningkat pada lingkungan yang padat
seperti asrama, kampkamp tentara dan jemaah haji.Pada
umumnya frekuensi Mycobacterium tuberculosa selalu sebanding
dengan frekuensi infeksi Tuberculosa paru. Jadi dipengaruhi
keadaan sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat. Penyakit ini
kebanyakan terdapat pada penduduk dengan keadaan sosial
ekonomi rendah, lingkungan kumuh dan padat, serta tidak
mendapat imunisasi.
Meningitis karena virus berhubungan dengan musim, di Amerika
seringterjadi selama musim panas karena pada saat itu orang lebih
sering terpapar agen pengantar virus. Lebih sering dijumpai pada
anak-anak daripada orang dewasa.Kebanyakan kasus dijumpai
setelah infeksi saluran pernafasan bagian atas.
H. Prognosis Meningitis
Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme
spesifik yangmenimbulkan penyakit, banyaknya organisme dalam
selaput otak, jenis meningitis dan lama penyakit sebelum diberikan
antibiotik. Penderita usia neonatus, anak-anak dan dewasa tua
mempunyai prognosis yang semakin jelek, yaitu dapat
menimbulkancacat berat dan kematian.Pengobatan antibiotika
yang adekuat dapat menurunkan mortalitas meningitis purulenta,
tetapi 50% dari penderita yang selamat akan mengalami sequelle
(akibat sisa). Lima puluh persen meningitis purulenta
mengakibatkan kecacatan seperti ketulian, keterlambatan berbicara
dan gangguan perkembangan mental, dan 5 – 10% penderita
mengalami kematian.
Pada meningitis Tuberkulosa, angka kecacatan dan kematian pada
umumnyatinggi. Prognosa jelek pada bayi dan orang tua. Angka
kematian meningitis TBC dipengaruhi oleh umur dan pada
stadium berapa penderita mencari pengobatan. Penderita dapat
meninggal dalam waktu 6-8 minggu.Penderita meningitis karena
virus biasanya menunjukkan gejala klinis yang lebih
ringan,penurunan kesadaran jarang ditemukan. Meningitis viral
memiliki prognosis yang jauh lebih baik. Sebagian penderita
sembuh dalam 1 – 2 minggu dan dengan pengobatan yang tepat
penyembuhan total bisa terjadi.
I. Pencegahan Meningitis
a. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor
resikomeningitis bagi individu yang belum mempunyai faktor
resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat.Pencegahan dapat
dilakukan dengan memberikan imunisasi meningitis pada bayi
agar dapat membentuk kekebalan tubuh. Vaksin yang dapat
diberikan seperti Haemophilus influenzae type b (Hib),
Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7), Pneumococcal
polysaccaharide vaccine (PPV), Meningococcal conjugate vaccine
(MCV4), dan MMR (Measles dan Rubella).Imunisasi Hib Conjugate
vaccine (Hb- OC atau PRP-OMP) dimulai sejak usia 2 bulan dan
dapat digunakan bersamaandengan jadwal imunisasi lain seperti
DPT, Polio dan MMR.Vaksinasi Hib dapat melindungi bayi dari
kemungkinan terkena meningitis Hib hingga 97%. Pemberian
imunisasi vaksin Hib yang telah direkomendasikan oleh WHO,
pada bayi 2-6 bulanm sebanyak 3 dosis dengan interval satu
bulan, bayi 7-12 bulan di berikan 2 dosis dengan interval waktu
satu bulan, anak 1-5 tahun cukup diberikan satu dosis. Jenis
imunisasi ini tidak dianjurkan diberikan pada bayi di bawah 2 bulan
karena dinilai belum dapat membentuk antibodi.Meningitis
Meningococcus dapat dicegah dengan pemberian kemoprofilaksis
(antibiotik) kepada orang yang kontak dekat atau hidup serumah
dengan penderita.Vaksin yang dianjurkan adalah jenis vaksin
tetravalen A, C, W135 dan Y.meningitis TBC dapat dicegah dengan
meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara memenuhi
kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi BCG. Hunian sebaiknya
memenuhi syarat kesehatan, seperti tidak over crowded (luas
lantai > 4,5 m2 /orang), ventilasi 10 – 20% dari luas lantai dan
pencahayaan yang cukup.Pencegahan juga dapat dilakukan
dengan cara mengurangi kontak langsung dengan penderita dan
mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan perumahan dan di
lingkungan seperti barak, sekolah, tenda dan kapal. Meningitis juga
dapat dicegah dengan cara meningkatkan personal hygiene seperti
mencuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah dari
toilet.5
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak
awal, saatmasih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan
awal dapat menghentikan perjalanan penyakit. Pencegahan
sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan
segera. Deteksi dini juga dapat ditingkatan dengan mendidik
petugas kesehatan serta keluarga untuk mengenali gejala awal
meningitis.Dalam mendiagnosa penyakit dapat dilakukan dengan
pemeriksaan fisik, pemeriksaan cairan otak, pemeriksaan
laboratorium yang meliputi test darah dan pemeriksaan X-ray
(rontgen) paru .Selain itu juga dapat dilakukan surveilans ketat
terhadap anggota keluarga penderita, rumah penitipan anak dan
kontak dekat lainnya untuk menemukan penderita secara
dini.Penderita juga diberikan pengobatan dengan memberikan
antibiotik yang sesuai dengan jenis penyebab meningitis yaitu :
b.1. Meningitis Purulenta
1. Haemophilus influenzae b : ampisilin, kloramfenikol, setofaksim,
seftriakson.
2. Streptococcus pneumonia : kloramfenikol , sefuroksim,
penisilin, seftriakson.
3. Neisseria meningitidies : penisilin, kloramfenikol, serufoksim dan
seftriakson.
b.2. Meningitis Tuberkulosa (Meningitis Serosa)
Kombinasi INH, rifampisin, dan pyrazinamide dan pada kasus
yang beratdapat ditambahkan etambutol atau streptomisin.
Kortikosteroid berupa prednison digunakan sebagai anti inflamasi
yang dapat menurunkan tekanan intrakranial dan mengobati
edema otak.
c. Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah
kerusakanlanjut atau mengurangi komplikasi setelah penyakit
berhenti. Pada tingkat pencegahan ini bertujuan untuk
menurunkan kelemahan dan kecacatan akibat meningitis, dan
membantu penderita untuk melakukan penyesuaian terhadap
kondisikondisi yang tidak diobati lagi, dan mengurangi
kemungkinan untuk mengalami dampak neurologis jangka
panjang misalnya tuli atau ketidakmampuan untuk belajar.38
Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah dan
mengurangi cacat.
J. Mengidentifikasi masalah gizi pada pasien meningitis.
Pasien meningitis dengan kesadaran menurun cenderung
mengalami gangguan asupan gizi, karena secara otomatis Intrake
peroral yang dibutuhkan untuk mendukung therapi hydrasi yang
terbatas untuk mencegah komplikasi oedeem cerebi, menjadi
berkurang, selain untuk memenuhi kebutuhan energi bagi pasien.
Untuk ini biasanya dokter menganjurkan untuk pemasangan
Nasogastric tube / maagslang dan pemberian diit cair guna
mengatasi hal tersebut. Dalam menentukan jumlah dan jenis diet
cair yang akan diberikan pada pasien, seorang dokter anak harus
memperhitungkan ; kebutuhan cairan / hr berdasarkan umur – BB
pasien, status gizi saat pasien dirawat, kondisi dan fisik pasien.
Disini seorang dokter anak akan melakukan kolaborasi dengan ahli
gizi untuk membantu menyusun komposisi gizi yang terkandung
dari makanan cair sesuai standar gizi berdasarkan umur dan BB
pasien.
Misal : Pada anak usia 1 tahun BB normal : 7,5 – 8,9 kgkebutuhan
cairan per hari : 120 – 135 ml / kg BB / hari atau sekitar ± 900 –
1000 ml / hari. Bila pada saat pemeriksaan fisik didapatkan BB
pasien tidak sesuai dengan umur pasien, maka akan ditentukan
diet cair jenis TKTP.
Seorang ahli gizi kemudian akan menentukan komposisi kalori dan
protein dalam diet cair tersebut berdasarkan umur dan BB untuk
memenuhi kebutuhan kalori dan protein pasien/ hari. Misal : untuk
usia 1 tahun dengan BB normal 7,5 – 8,9 kgKebutuhan kalori / kg 1
hari = 105 kal atau 900 kalori / haridan protein 2,5 gr / kg / hari
atau 22 gram / hari. Makanan akan dibuat dalam bentuk cairan
kental yang dibuat dengan susu atau tanpa susu. Menurut
kebutuhan pasien dapat diberikan cairan antara 1000 – 2000 ml
dimana makanan cair standar mengandung 1000 kilokalori tiap
1000 ml, yang dapat diberikan dalam porsi kecil dan sering (6 – 8
kali sehari ). Pada pasien meningitis, sebenarnya tidak memerlukan
diet cair khusus bila tidak didapati kondisi malnutrisi atau status gizi
buruk. Biasanya diet TKTP menjadi pilihan utama untuk kasus-
kasus penyakit Infeksi akut seperti meningitis guna meningkatkan
daya tahan tubuh untuk melawan Infeksi di samping obat-obatan
supportif yang diberikan dokter. Bila dengan cara ini belum bisa
membantu asupan gizi pasien meningitis, maka dokter akan
memutuskan untuk memberikan Nutrisi Parentral seperti
Amiparen dan Iriparen yang diindikasikan pada pasien dengan
infeksi berat dengan gizi buruk untuk memenuhi suplai air,
elektorlit dan kalori melalui vena.
Cara mengidentifikasi berhasil tidaknya pemberian manakan cair
melalui sonde ( dapat dicerna baik atau tidak ) adalah dengan
melihat residu yang keluar dari NGT pada saat kita menarik keluar
dengan menggunakan spuit. Bila cairan yang keluar sama seperti
jumlah cairan yang kita amasukkan setelah 2 jam pemberian
sonde maka bisa dipastikan makanan cair tidak bisa dicerna
dengan baik, namun bila residu tidak lebih dari 50% dari diit cair
yang masuk berarti diit cair masih bisa ditolerir oleh sal.
pencernaan. Pemberian Nutrisi parentral merupakan alternatif
terakhir yang akan dianjurkan oleh dokter.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan
yang terjadipada cairan otak yaitu meningitis serosa dan
meningitis purulenta.Meningitis dapat disebabkan oleh virus,
bakteri, riketsia, jamur, cacing dan protozoa. Penyebab paling
sering adalah virus dan bakteri. Meningitis yang disebabkan oleh
bakteri berakibat lebih fatal dibandingkan meningitis penyebab lain
karena mekanisme kerusakan dan gangguan otak yang
disebabkan oleh bakteri maupun produk bakteri lebih berat.Pasien
meningitis dengan kesadaran menurun cenderung mengalami
gangguan asupan gizi, karena secara otomatis Intrake peroral
yang dibutuhkan untuk mendukung therapi hydrasi yang terbatas
untuk mencegah komplikasi oedeem cerebi, menjadi berkurang,
selain untuk memenuhi kebutuhan energi bagi pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Betz L dan Sowden A Linda 1999, keperawatan pedaitri, Penerbit
buku kedokteran ECC, Jakarta. Halaman 316-321. Diakses tanggal 19
Desember 2011
Bagbei Laily 1990, Infectectious Diseases, Nelson Essentials of
Pediatric, halaman 284-308. Diakses tanggal 19 Desember 2011
Anonim. 2007. Apa Itu Meningitis. URL : http://
www.bluefame.com/lofiversion/indexphp/
t47283.html. Diakses tanggal 19 Desember 2011
Ellenby, Miles., Tegtmeyer, Ken., Lai, Susanna., and Braner, Dana.
2006. Lumbar Puncture. Diakses tanggal 19 Desember 2011
The New England Journal of Medicine. 12 : 355 URL : http://
content.nejm.org/cgi/reprint/355/13/e12.pdf. Diakses tanggal 19
Desember 2011
Harsono. 2003. Meningitis. Kapita Selekta Neurologi. 2 URL: http://
www.uum.edu.my/medic/meningitis.html. Diakses tanggal 19
Desember 2011
Japardi, Iskandar. 2002. Meningitis Meningococcus. USU digital
library URL :.http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%
20japardi23.pdf