Asuhan Keperawatan dengan PPOK
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah suatu
penyakit yang ditandai dengan adanya obstruksi aliran udara yang
disebabkan oleh bronkitis kronis atau empisema. Obstruksi aliran
udara pada umumnya progresif kadang diikuti oleh hiperaktivitas
jalan nafas dan kadangkala parsial reversibel, sekalipun empisema
dan bronkitis kronis harus didiagnosa dan dirawat sebagai
penyakit khusus, sebagian besar pasien PPOK mempunyai tanda
dan gejala kedua penyakit tersebut. Sekitar 14 juta orang Amerika
terserang PPOK dan Asma sekarang menjadi penyebab kematian
keempat di Amerika Serikat. Lebih dari 90.000 kematian dilaporkan
setiap tahunnya. Rata-ratakematian akibat PPOK meningkat cepat,
terutama pada penderita laki-laki lanjut usia. Angka penderita PPOK
diIndonesia sangat tinggi. Banyak penderita PPOK datang ke
dokter saat penyakit itu sudah lanjut. Padahal, sampai saat ini
belum ditemukan cara yang efisien dan efektif untuk mendeteksi
PPOK. Menurut Dr Suradi, penyakit PPOK di Indonesia menempati
urutan ke-5 sebagai penyakit yang menyebabkan kematian.
Sementara data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menyebutkan, pada tahun 2010 diperkirakan penyakit ini akan
menempati urutan ke-4 sebagai penyebab kematian. "Pada dekade
mendatangakan meningkat ke peringkat ketiga. Dan kondisi ini
tanpa disadari, angka kematian akibat PPOK ini makin meningkat.
Oleh karena itu penyakit PPOK haruslah mendapatkan
pengobatan yang baik dan terutama perawatan yang
komprehensif, semenjak serangan sampai dengan perawatan di
rumah sakit. Dan yang lebih penting dalah perawatan untuk
memberikan pengetahuan dan pendidikan kepada pasien dan
keluarga tentang perawatan dan pencegahan serangan berulang
pada pasien PPOK di rumah. Hal ini diperlukan perawatan yang
komprehensif dan paripurna saat di Rumah Sakit.
1.2 Ruang Lingkup Masalah
Mengingat luasnya permasalahn maka penulis
membatasi masalah yaitu ”Bagaimana asuhan keperawatan pada
pasien PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis).
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mendapatkan perencanaan Asuhan Keperawatan
pada klien yang mengalami penyakit PPOK.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian terhadap klien dengan
penyakit PPOK
b. Dapat menegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan
penyakit PPOK
c. Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan pada klien
dengan penyakit PPOK
d. Mampu mengimplementasikan dari rencana keperawatan pada
klien dengan penyakit PPOK
e. Mendapatkan mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada
klien dengan Penyakit PPOK.
1.4 Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yang digunakan oleh tim
penyusun adalah menggunakan metode :
1.4.1 Metode perpustakaan
Metode ini diambil berdasarkan reverensi dari buku-buku yang
relevan dengan makalah.
1.4.2 Metode Iptek
Dalam pembuatan makalah, tim penyusun menggunakan metode
Iptek karena menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
1.5 Sistematika
Adapun sistematika penulisan makalah asuhan
keperawatan ini terdiri dari 5 Bab. Dimana dari beberapa Bab telah
di uaraikan seperti berikut :
1.5.1 BAB I :
a. Latar Belakang.
b. Ruang Lingkup Masalah.
c. Tujuan Penulisan.
d. Metode Penulisan.
e. Sistematika.
1.5.2 BAB II :
a. Pengertian
b. Anatomi Fisiologi
c. Patofisiologi
d. Etiologi
e. Manifestasi Kinis
f. Komplikasi
g. Penatalaksanaan medis
1.5.3 BAB III :
1.5.3.1 Pengkajian
1.5.3.2 Diagnosa keperawatan
1.5.3.3 Intervensi keperawatan
1.5.3.4 Implementasi
1.5.3.5 Evaluasi keperawatan
1.5.4 BAB IV :
1.5.4.1 Kesimpulan.
1.5.4.2 Saran
BAB II
Tinjauan Teoritis
2.1 Pengertian
PPOK ( Penyakit Paru Obstruksi Kronis) adalah klasifikasi luas
dari gangguan, yang mencangkup bronkitis kronis, bronkiestasis,
emfisema, dan asma. PPOK merupakan kondisi ireversibel yang
berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran
masuk dan keluar udara paru-paru.(Brunner&Suddarth,2001)
Penyakit paru obstruktif kronis merupakan sejumlah
gangguan yang mempengaruhi pergerakan udara dari dan ke luar
paru. (Arif Muttaqin,2008).
Obstruksi jalan napas yang menyebabkan reduksi aliran
udara beragam tergantung pada penyakit. Pada bronkitis kronis
dan bronkiolitis, penumpukan lendir dan sekresi yang sangat
banyak menyumbat jalan napas. Pada emfisema, obstruksi pada
pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi akibat kerusakan
dinding alveoli yang disebabkan oleh overekstensi ruang udara
dalam paru. Pada asma, jalan napas bronkial menyempit dan
membatasi jumlah udara yang mengalir kedalam paru-paru.
Sehingga menyebabkan gagal napas. Tipe-tipe gagal napas terdiri
dari tipe I disebut gagal nafas normokapnu hipoksemia atau
kegagalan oksigenasi ( PaO2 rendah dan PCO2 normal). Tipe II
disebut gagal nafas hiperkapnue hipoksemia atau kegagalan
ventilasi (PaO2 rendah dan PCO2 Tinggi). Protokol pengobatan
tertentu digunakan dalam semua kelainan ini, meski patofisiologi
dari masing-masing kelaian ini membutuhkan pendekatan spesifik.
Klasifikasi dari penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) yaitu :
a. Bronkitis kronik
Bronkitis kronik adalah sebagai adanya batuk produktif yang
berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-
turut. Sekresi yang menumpuk dalam bronkioles mengganggu
pernapasan terhadap polusi adalah penyebab utama bronkitis
kronis. Pasien dengan bronkitis kronik lebih rentan terhadap
kekambuhan infeksi saluran pernapasan bawah. Kisaran infeksi
virus, bakteri, mikoplasma yang luas dapat menyebabkan episode
bronkitis akut. Eksaserbasi bronkitis kronik hampir pasti terjadi
selama musim dingin. Menghirup udara yang dingin dapat
menyebabkan bronkospasme bagi mereka yang rentan.
b. Emfisema Paru
Emfisema Paru adalah sebagai suatu distensi abnormal ruang
udara di luar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding
alveoli. Kondisi ini merupakan tahap akhir proses yang mengalami
kemajuan dengan lambat selama beberapa tahun. Pada
kenyataannya, ketika pasien mengalami gejala, fungsi paru sering
sudah mengalami kerusakan yang ireversibel. Dibarengi dengan
bronkitis obstruksi kronik, kondisi ini merupakan penyebab utama
kecacatan.
c. Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronis yang
mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru
dan obstruksi bronkus; aspirasi benda asing, muntahan, atau
benda-benda dari saluran pernapasan atas; dan tekanan akibat
tumor, pembuluh darah yang berdilatasi, dan persebaran nodus
limfe. Individu mungkin mempunyai predisposisi terhadap
bronkiektasis sebagai akibat infeksi pernapasan pada masa kanak-
kanaknya, campak, influenza, tuberkulosis, dan gangguan
imunodefisiensi. Setelah pembedahan, bronkiektasis dapat terjadi
ketika pasien tidak mampu untuk batuk secara efektif, dengan
akibat lendir menyumbat bronkial dan mengarah pada atelektasis.
2.2 Anatomi fisiologi
Pernafasan (respirasi) merupakan peristiwa menghirup udara
dari luar yang mengandung O2 (oksigen ) kedalam tubuh serta
menghembuskan CO2 (karbondioksida) sebagai sisa dari oksidasi
keluar dari tubuh. Adapun guna pernafasan banyak sekali
diantaranya : Mengambil O2 yang kemudian dibawa keseluruh
tubuh untuk mengadakan pembakaran, mengeluarkan CO2
sebagai sisa dari pembakaran karena tidak digunakan lagi oleh
tubuh dan menghangatkan dan melembabkan udara. ( Syaifuddin.
2006 )
Sistem
respirasi
terdiri
dari:
1. Saluran nafas
bagian atas
Pada bagian ini udara yang masuk ke tubuh dihangatkan,
disarung dan dilembabkan.
2. Saluran nafas bagian bawah
Bagian ini menghantarkan udara yang masuk dari
saluran bagian atas ke alveoli.
Saluran Nafas Bagian Atas
a. Rongga hidung
Hidung terdiri dari hidung luar dan cavum nasi di belakang
hidung luar. Hidung luar terdiri dari tulang rawan dan os nasal di
bagian atas, tertutup pada bagian luar dengan kulit dan bagian
dalam dengan membran mukosa. Merupakan saluran udara yang
pertama, yang terdiri dari 2 kavum nasi, dipisahkan oleh septum
nasi. Didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk
menyaring udara, debu dan kotoran. Bagian luar terdiri dari kulit,
lapisan tegah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan. Dasar dari
rongga hidung dibentuk oleh tulang rahang atas, keatas rongga
hidung berhubungan dengan sinus para nasalis. Adapun fungsi
dari nasal ini sebagai saluran udara pernafasan, penyaring udara
pernafasan yang dilakukan bulu-bulu hidung, dapat
menghangatkan udara oleh mukosa serta membunuh kuman
yang masuk bersamaan dengan udara pernafasan oleh leucosit
yang terdapat dalam selaput lendir ( mukosa) atau hidung.
b. Faring
Merupakan tempat persimpangan antara jalan nafas dan
pencernaan. Terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang
rongga hidung dan mulut sebelah depan vertebra cervicalis.
Keatas berhubungan dengan rongga hidung dengan perantaraan
lubang (Koana) kedepan berhubungan dengan rongga mulut.
Rongga faring terdiri atas 3 bagian, yaitu :
· Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius).
· Orofaring(merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,
terdapat pangkal lidah).
Laringofaring (terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan)
.Bagian anterior menuju laring, bagian posterior menuju
esophagus
.
Saluran Nafas Bagian Bawah
a. Laring
Laring merupakan lanjutan dari pharing yang terletak didepan
esophagus. Bentuknya seperti kotak segi tiga dengan sebelah
samping mendatar dan didepan menonjol. Laring ini dibentuk oleh
tulangrawan yang dihubungkan oleh jaringan ikat, pada laring
terdapat selaput pita suara.
b. Trakhea
Trachea merupakan lanjutan dari laring, dibentuk oleh cincin
tulang rawan yang berbentuk huruf C. Diantara tulang rawan
dihubungkan oleh jaringan ikat dan otot polos yang panjangnya
11,2 cm, lebarnya ± 2cm. Mulai dari bawah laring segitiga vetebra
tirakalis lima dan akan bercabang menjadi bronchus kiri dan
kanan. Trachea juga dilapisi oleh selaput lendir ( mukosa ) yang
mempunyai epitel torak yang berbulu getar. Permukaan mukosa
ini selalu basa oleh karena adanya kelenjar mukosa. Trachea
berfungsi untuk menyaring debu-debu yang halus dari udara
pernafasan.
c. Bronchus
Bronchus merupakan cabang trachea sehingga vetebra
thorakalis lima yaitu terdiri dari bronchus kiri dan brochus kanan.
Bronchus ini dibentuk oleh cincin tulang rawan yang ukurannya
lebih kecil dari trachea yang dilapisi oleh selaput lendir. Perbedaan
bronchus kiri dan bronchus kanan adalah : bronchus kiri lebih
kecil, horizontal dan lebih panjang sedangkan brochus kanan lebih
besar, vertikal dan lebih pendek.
d. Bronchiolus
Bronchiolus merupakan cabang dari bronchus yang mana
struktur sama dengan brochus hanya saja ukuran dan letaknya
berbeda. Bronchiolus suda memasuki lobus paru-paru sedangkan
bronchus masih diluar paru-paru. Bronchiolus akan bercabang
lagi menjadi Bronchiolus terminalis yang struktunya sama dengan
Bronchiolus dan letaknya lebih dalam di jaringan paru-paru.
Diujungnya baru terdapat rongga udara yaitu alveolus dan dinding
dari alveolus merupakan jaringan paru-paru.
e. Paru – paru ( pulmo )
Paru-paru ( pulmo ) terletak dalam rongga dada yang terdiri
dari paru kiri dan kanan, diantara paru kiri dan kanan terdapat
jantung, Pembuluh darah besar trachea bronchus dan esophagus.
Disebelahdepan, dibelakang dan lateral Paru-paru berkontak
dengan dinding dada, sebelah bawah berkontak dengan diafragma
dan sebelah medial adalah tempat masuk bronchus kiri, kanan dan
tempatmasuk pembuluh darah arteri dan vena pulmonalis.
Bentuk dari paru ini seperti kubah ( segitiga ) yang puncaknya
disebut apek pulmonum dan alasnya disebut basis pulmonal.
Jaringan paru-paru ini bersifat elastis sehingga dapat
mengembang dan mengempis pada waktu bernafas. Didalam
paru-paru terdapat kantong-kantong udara ( alviolus ), alviolus ini
mempunyai dinding yang tipis sekali dan pada dindingnya
terdapat kapiler –kapiler pembuluh darah yang halus sekali dimana
terjadi difusi oksigen dan CO2. Jumlah alviolus ini ± 700 juta
banyaknya dengan diameter 100 micron. Luasnya permukaan dari
seluruh membran respirasi ini kalau direntang adalah 90 m2 atau
± 100 kali luas tubuh, akan tetapi hanya 70 m2 yang dipergunakan
untuk pernafasan selebihnya tidak mengembang.( Sylvia A,1995 ).
Setiap paru-paru dilapisi oleh membran serosa rangkap
dua yaitu pleura. Selaput ini merupakan jaringan ikat yang terdiri
dari dua lapisan yaitu pleura viseral yang langsung melengket
pada dinding paru-paru, masuk kedalam fisura dan memisahkan
lobus satu dengan yang lainnya, membran ini kemudian dilipat
kembali sebelah tampuk paru-paru dan membentuk pleura
parietalis dan melapisi bagian dalam diding dada. Pleura yang
melapisi iga-iga adalah pleura kostalis, bagian yang menutupi
diafragmatika dan bagian yang terletak di leher adalah peleura
servicalis. Pleura ini diperkuat oleh membran oleh membran yang
kuat yang disebut dengan membran supra renalis ( fasia gison )
dan diatas membran ini terletak arteri subklavia.
Diantara kedua lapiasan pleura ini terdapat eksudat untuk
melicinkan permukaannya dan menghindari gesekan antara paru-
paru dan dan dinding dada sewaktu bernafas. Dalam keadaan
normal kedua lapisan ini satu dengan yang lain erat bersentuhan.
Ruang atau rongga pleura itu itu hanyalah ruang yang tidak nyata,
tetapi dalam keadaan tidak normal udara atau cairan akan
memisahkan kedua pleura dan ruangan diantaranya akan menjadi
lebih jelas
Pernafasan paru-paru merupakan pertukaran oksigen
dengan karbon dioksida yang terjadi pada paru-paru. Adapu
tujuan pernafasan adalah memenuhi kebutuhan jaringan terhadap
oksigen dan mengelurkan sisa pembakaran berupa
karbondioksida dari jaringan. Pernafasan menyangkut dua
proses :
1. Pernafasan luar ( eksternal ) adalah : Absorbsi O2 dari luar masuk
kedalam paru-paru dan pembungan CO2 dari paru-paru keluar.
2. Pernafasan dalam ( eksternal ) ialah : Proses transport O2 dari
paru-paru ke jaringan dan transport CO2 dari jaringan ke paru-
paru.
Pernafasan melalui paru-paru ( ekternal ), oksigen diambil
melalui mulut dan hidung pada saat pernafasan dimana oksingen
masuk melalui trachea sampai ke alvioli berhubungan dengan
darah dalam kapiler pulmonar. Alvioli memisahkan oksigen dari
darah, Oksigen menembus membran diambil oleh sel darah
merah dibawah ke jantung dan dari jantung dipompakan
keseluruh tubuh. Sementara itu karbondioksida sebagai sisa
metabolisme dalam tubuh akan dipisahkan dari pembuluh darah
yang telah mengumpulkan karbondioksida itu dari seluruh tubuh
kedalam saluran nafas.(Sylvia A,1995).
Kapasitas paru-paru. Merupakan kesanggupan paru-paru
dalam menampung udara didalamnya. Kapasitas paru-paru dapat
dibedakan sebagai berikut :
1. Kapasitastotal. Yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru
pada inspirasi sedalam-dalamnya. Dalam hal ini angka yang kita
dapat tergantung pada beberapa hal: Kondisi paru-paru, umur,
sikap dan bentuk seseorang,
2. Kapasitas vital. Yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah
ekspirasi maksimal Dalam keadaan yang normal kedua paru-paru
dapat menampung udara sebanyak ± 5 liter.
Waktu ekspirasi, di dalam paru-paru masih tertinggal 3 liter
udara. Pada waktu kita bernapas biasa udara yang masuk ke
dalam paru-paru 2.600 cm3 (2 1/2 liter), Jumlah pernapasan.
Dalam keadaan yang normal: Orang dewasa: 16-18 x/menit, Anak-
anak kira-kira : 24x/menit, Bayi kira-kira : 30 x/menit, Dalam
keadaan tertentu keadaan tersebut akan berubah, misalnya akibat
dari suatu penyakit, pernafasan bisa bertambah cepat dan
sebaliknya.
2.3 Patofisiologi
Patofisiologi PPOK adalah sangat komplek dan komprehensif
sehingga mempengaruhi semua sistem tubuh artinya sama juga
dengan mempengaruhhi gaya hidup manusia dalam prosesnya,
penyakit ini bisa menimbulkan kerusakan pada alveolar sehingga
bisa mengubah fisiologi pernapasan, kemudian mempengaruhi
oksigenasi tubuh secara keseluruhan.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan
proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada
dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi
obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami
penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah
masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak
terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air
trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak
napas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal
ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan
pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi,
distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami
gangguan (Brannon, et al, 1993).
Abnormalitas pertukaran udara pada paru-paru terutama
berhubungan dengan tiga mekanisme berikut ini:
1.Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi. Hal ini menjadi penyebab
utama hipoksemia atau menurunnya oksigenasi dala darah.
Keseimbangan normal antara ventilasi alveolar dan perfusi aliran
darah kapiler pulmo menjadi terganggu. Hubungan ventilasi
dengan perfusi didefinisikan dalam rasio ventilasi perfusi (V/Q)
peningkatan rasio V/Q terjadi ketika penyakit yang semakin berat
sehingga menyebabkan kerusakan pada alveoli dan kehilangan
bed kapiler. Dalam kondisi seperti ini, perfusi menurun dan
ventilasi tetap sama. Rasio (V/Q) yang menurun bisa dilihat pada
pasien PPOK, dimana saluran pernapasannya terhalang oleh
mukus kental atau bronchospasma. Disini penurunan ventilasi
akan terjadi, akan tetapi perfusi akan tatap sama, berkurang sedikit.
Banyakdiantara pasien PPOK yang baik empisema maupun
bronkitis kronis sehingga ini menerangkan sebabnya mengapa
mereka memilki bagian-bagian, dimana terjadi rasio (v/q) yang
meningkat dan ada yang menurun.
2. Mengalirnya darah kapiler pulmo. Darah yang tak mengandung
oksigen dipompa dari ventrikel kanan ke paru-paru, beberapa
diantaranya melewati bed kapiler pulmo tanpa mengambil
oksigen. Hal ini juga disebabkan oleh meningkatnya sekret pulmo
yang menghambat alveoli.
3. Difusi gas yang terhalang. Pertukaran gas yang terhalang
biasanya terjadi sebagai akibat dari satu atau dua sebab berikut ini
yaitu berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaaran udara
sebagai akibat dari penyakit empisema atau meningkatnya sekresi,
sehingga menyebabkan difusi menjadi semakin sulit.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen
seseorang, yakni jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam
paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat
hubungannya dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya
fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi
sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.
2.4 Etiologi
PPOK disebabkan oleh factor lingkungan dan gaya hidup.
Yang sebagian besar bisa dicegah. Merokok diperkirakan menjadi
penyebab timbulnya 80-90% kasus PPOK.. Laki-laki dengan usia
antara 30-40 tahun paling banyak menderita PPOK.
Penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor risiko yang
terdapat pada penderita antara lain:
1. Merokok sigaret yang berlangsung lama
2. Polusi udara
3. Infeksi peru berulang
4. Umur
5. Jenis kelamin
6. Ras
7. Defisiensi alfa-1 antitripsin
8. Defisiensi anti oksidan
2.5 Manifestasi Klinis
Perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri dari
PPOM adalah malfungsi kronis pada sistem pernafasan yang
manifestasi awalnya yaitu
a. Sesak napas.
b. Batuk-batukdan produksi dahak khusunya yang makin menjadi
di saat pagi hari.
c. Kehilangan berat badan yang cukup drastis.
d.Pasien mudah sekali merasa lelah dan secara fisik banyak yang
tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari.
e. Hilangnya nafsu makan karena produksi dahak yang makin
melimpah.
f. Penurunan daya kekuatan tubuh
2.6 Komplikasi
Ada tiga komplikasi pernapasan utama yang biasa terjadi
pada PPOM yaitu gagal nafas akut( Acute Respiratory Failure),
pneumotorak dan giant bullae serta ada satu komplikasi kardiak
yaitu penyakit cor-pulmonale.
a. Acute RespiratoryFailure (ARF).
Terjadi ketika ventilasi dan oksigenasi tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan tubuh saat tidur. Analisa gas darah arteri
bagi pasien PPOK menunjukkan tekanan oksigen aarterial (PaO2)
sebesar 55mmhg atau kurang dan tekanan kaebondioksida
(PaCO2) sebesar 50mmHg atau lebuh besar. Jika pasien atau
keluarganya membutuhkan alat-alat bantu kehidupan maka pasien
tersebut dilakukan intubasi dan diberi sebuah respirator untuk
ventilasi secara mekanik.
b. Cor pulmonale.
Cor pulmonale atau dekompensasi ventrikel kanan, merupakan
pembesaran ventrikel kanan yang disebabkan oleh ovrloading
akibat dari penyakit pulmo. Komplikasi jantung ini terjadi sebagai
mekanisme kompensasi sekunder bagi paru-paru yang rusak bagi
penderita PPOK. Cor pulmonari merupakan contoh yang tepat dari
sistemkerja tubuh secara menyeluruh. Apabila terjadi mafungsi
pada satu sisitem organ, maka hal ini akan merembet ke siisteem
organ yang lainnya. Dalam PPOK, hipoksemia kronis
menyebababkan vasokontriksi kapiler paru-paru, yang kemudian
akan meningkatkan resistensi vaskuler pulmonari. Efek dari
perubahan fisiologis ini adalah terjadi peningkatan tekanan dalam
paru-paru mengakibatkan ventrikel kanan lebih kuat dalam
memompa sehingga lama kelamaan otot ventrikel kanan menjadi
hipertropi ( ukurannya membesar).
Perawatan penyakit jantung-paru meliputi pemberian oksigen
dosis rendah (dibatasi hingga 2L/MIN), diuretik untuk menurunkan
edema perifer, dan istirahat. Edema perifer merupakan efek
domino yang lain, karena darah balik ke jantung dari perifer atau
sistemik dipengaruhi oleh hipertropi ventrikel kanan dan
peningkatan tekanan ventrikel kanan. Digitalis hanya digunakan
pada penyakit jantung paru yang juga menderita gagal jantung
kiri.
c. Pneumothoraks
Pneumothoraks merupakan komplikasi PPOK serius lainnya.
Pneumo berarti udara sehingga pneumothoraks diartikan sebagai
akumulasi udara dalam rongga pleural. Rongga pleural
sesungguhnya merupakan rongga yang khusus, yakni berupa
lapisan cairan tipis antara lapisan visceral dan parietal paru-paru.
Funsi cairan pleura adalah untuk membantu gerakan paru-paru
menjadi lancar selama pernapasan berlangsung. Ketika uadara
terakumulasi dalam rongga pleural, maka kapsitas paru-paru
untuk pertukaran udara secara normal menjadi melemah dan hal
ini menyebabkan menurunnya kapasitas vital dan hipoksemia.
d. Giant Bullae
Pneumothoraks seringkali dikaitkan dengan komplikasi PPOK
lainnya yaitu pembentukan giant bullae. Jika pneumothoraks
adalah udara yang terakumulasi di rongga pleura. Tetapi bullae
adalah timbul karena udara terperangkap di parenkim paru-paru.
Sehingga alveoli menjadi tempat menangkapnya udara untuk
pertukaran gas menjadi benar-benat tidak efektif. Bullae daoat
menyebabkan perubahan fungsi pernapasan dengan cara 2 hal
yaitu dengan menekan jaringan paru-paru, menggangu
belangsungnya pertukaran udara. Jika udara yang terperangkap
dalam alveoli semakin meluas maka semakin banyak pula
kerusakan yang terjadi di dinding alveolar.
2.7 Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak
hanya pada fase akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan
aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya
dapat dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera
menghentikan merokok, menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai
cara misalnya latihan batuk efektif.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada
infeksi antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba
harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai
hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator.
Penggunaan kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi
(bronkospasme) masih controversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7.Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus
diberikan dengan aliran lambat 1 – 2 liter/menit.
8. Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
a. Fisioterapi dada yaitu drainase postural, perkusi dan vibrasi dada,
terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
b. Latihan napas dalam dan latihan batuk efektif untuk melatih
penderita agar bisa melakukan pernapasan yang paling efektif.
c. Latihan dengan beban oalh raga tertentu seperti jalan santai,
dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran jasmani.
d. Vocational guidance (bimbingan pekerjaan), yaitu usaha yang
dilakukan terhadap penderita dapat kembali mengerjakan
pekerjaan semula.
Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)
1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi
udara
2. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
a. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi
Infeksi ini umumnya disebabkan oleh Haemophilus Influenza dan
Streptococcus Pneumonia, maka digunakan ampisilin atau
eritromisin. Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat
diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah Haemophilus
Influenza. Pemberian antibiotik seperti kotrimaksasol, amoksisilin,
atau doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut
terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu
mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10
hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau
tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat.
b. Terapi oksigen diberikan jika terdapata kegagalan pernapasan
karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
c. Fisioterapi dada membantu pasien untuk mengelurakan sputum
dengan baik.
3. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk
di dalamnya golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada
pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratopium
bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau
aminofilin .
4. Terapi jangka panjang di lakukan :
a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin
dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran
napas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan
pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.
c. Fisioterapi dada.
d. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
e. Mukolitik dan ekspektoran
f. Terapi oksigen jangka panjangbagi pasien yang mengalami gagal
napas tipe II dengan PaO2 (7,3 Pa (55 MMHg)
g. Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa
sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar
terhindar dari depresi.
Bab III
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
3.1 Pengkajian
3.1.1 Riwayat Kesehatan
Pengkajian mencakup pengumpulan informasi tentang
gejala-gejala terakhir juga manifestasinya penyakit sebelumnya.
Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bisa di gunakan sebagai
pedoman untuk mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari
proses penyakit:
a) Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan
pernapasan?
b) Apakah aktivitas meningkatkan dispnea?
c) Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi
aktivitas?
d) Kapan pasien mengeluh paling letih dan sesak
napas?
e) Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
f) Riwayat merokok?
g) Obat yang dipakai setiap hari?
h) Obat yang dipakai pada serangan akut?
i) Apa yang diketahui pasien tentang kondisi dan
penyakitnya?
Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan
pemeriksaan; pertanyaan yang patut dipertimbangkan untuk
mendapatkan data lebih lanjut termasuk:
a) Berapa frekuensi nadi dan pernafasan pasien?
b) Apakah pernafasan sama dan tanda upaya?
c) Apakah pasien mengontraksi otot-otot abdomen selama
inspirasi?
d) Apakah pasien menggunakan otot-otot aksesori pernafasan
selama pernafasan?
e) Apakah tampak sianosis?
f) Apakah vena leher pasien tamapak membesar?
g) Apakah pasien mengalami edema perifer?
h) Apakah pasien batuk?
i) Apa warna, jumlah, dan konsistensi sputum pasien?
j) Apakah pasien terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?
3.1.2 Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Pada klien dengan PPOk, terlihat adanya peningkatan
usaha dan frekuensi pernapasan , serta penggunaan otot bantu
napas (sternokleidomastoid). Pada saat inspeksi, biasanya dapat
terlihat klien mempunyai bentuk dad barrel chest akibat udara
yang terperangkap, penipisan massa otot, bernafas dengan bibir
yang dirapatkan, dan pernapasan abnormal yang tidak efektif.
Pada tahap lanjut, dispnea terjadi pada saat beraktivitas bahkan
pada aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan dan mandi.
Pengkajian batuk produktif dengan sputum purulen disertai
dengan demam mengindikasikan adanya tanda infeksi pertama.
b. Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil
fremitus biasanya menurun.
c. Perkusi
Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragma mendatar atau menurun.
d. Auskultasi
Sering didapatkan adanya bunyi napas ronkhi dan wheezing
sesuai tingkat keparahan obstruktif pada bronkhiolus.
3.1.3 Pemeriksaan Diagnostik
a. Pengukuran Fungsi Paru
Pengukuran fungsi paru seperti kapasitas inspirasi menurun,
volume residu meningkat pada emfesema, bronchitis dan asma,
b. Analisa gas darah
Pa CO2 menurun , PCO2 meningkat, sering menurun
pada asma. Nilai pH normal, asidosis, alkalosis respiratorik ringan
sekunder.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tampak dari hemoglobin (Hb) dan
hematokrit (Ht) meningkat pada polisitemia sekunder, jumlah
darah meningkat, eosinofil dan total Ig E serum meningkat,
elektrolit menurut karene pemakaian obat diuretic.
d. Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan gram kuman atau kultur adanya infeksi campuran.
Kuman pathogen yang biasa ditemukan adalah Streptococcus
pneumonia, Hemophylus influenza, dan Moraxella catarrhalis.
e. Pemeriksaan Radiologi Thoraks foto (AP dan lateral)
Menunjukkan adanya hiperinflasi paru, pebesaran jantung, dan
bendungan area paru. Pada emfisema paru didapatkan diafragma
dengan letak lebih rendah dan mendatar, ruang udara retrosternal
> (foto lateral), jantung tampak bergantung, memanjang dan
menyempit.
f. Bronkhogram
Menunjukkan dilatasi bronchus, kolap bronkhiale pada
ekspirasi kuat.
g. EKG
Kelainan EKG yang paling awal terjadi adalah rotasi clock wise
jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal, terdapat deviasi aksis
ke kanan dan P-pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase
QRS rendah. Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 V1 rasio R/S
kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
3.2 Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pada semua data pengkajian, diagnosa keperawatan
utama pasien dapat mencakup berikut ini:
a) Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan
ketidaksamaan ventilasi-perfusi.
b) Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan
bronkokonstriksi, peningkatan pembentukan mucus, batuk tidak
efektif, dan infeksi bronkopulmonal.
c) Pola nafas tidak efektif yang berhubungan nafas pendek, mucus,
bronkokontriksi dan iritan jalan nafas.
d) Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan
sekunder akibat peningkatan upaya pernafasan dan insufisiensi
ventilasi dan oksigenasi.
e) Intoleransi aktivitas akibat keltihan, hipoksemia, dan pola
pernafasan tidak efektif.
f) Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan kurang
sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah, dan
ketidakmampuan untuk bekerja.
g) Defisit pengetahuan tentang prosedur perawatan diri yang akan
dilakukan di rumah.
3.3 Intervensi Keperawatan
Rencana Asuhan keperawatan PPOK.
. Diagnosa
keperawatan
Tujuan dan Kriteia Hasil Intervensi Rasional
Kerusakan
pertukaran gas yang
b.dketidaksamaan
ventilasi perfusi
\
Bersihan jalan napas
tidak efektif b.d
bronkokonstriksi,
peningkatan
produksilendir,
batuk tidak efektif,
dan infeksi
bronkopulmonal
Pola pernapasan
tidak efektif yang b.d
napas pendek lendir,
bronkokonstriksi,
daniritan jalan
napas
Defisit perawatan
diri yang b.d
keletihan sekunder
akibat peningkatan
upaya pernapasan
dan insufisiensi
ventilasi dan
oksigenasi
Intoleran aktivitas
akibat kekletihan,
hipoksemia, dan
pola pernapasan
tidak efektif
Koping individu
tidak efektif yang b.d
kurangsosialisasi,
ansietas, depresi,
tingkat aktivitas
rendah dan
ketidakmampuan
untuk bekerja.
Defisit pengetahuan
tentang prosedur
perawatan diri yang
akan dilakukan di
ruamah
Perbaikan dalam pertukaran gas.
Kriteria hasil :
· Mengungkapkan
pentingnya bronkodilator
dan penggunaanya dalam
jadwal yang diharuskan.
· Menunjukkan efek samping
minimal, frekuensi jantung
mendekati normal, tidak
terdapatnya disritmia, funsi
mental normal.
· Melaporkan penurunan
dispnea.
· Menunnjukkan perbaikan
dalam laju aliran ekspirasi.
· Menggunakan dan
membersihakan peralatan
terapi sesuai yang di
haruskan.
· Memperagakan pernapasan
diafragmatik dan batuk.
· Menggubkan peralatan
oksigen dengan tepat ketika
dibutuhkan.
· Menunjukkan gas-gas
darah arteri yang normal.
Pencapaian klirens jalan napas
Kriteria hasil :
· Mengungkapkan
pentingnya untuk minum 6
sampai 8 gelas cairan /
hari .
· Memperagakan pernapasan
diagfragmatik dan batuk.
· Melakukan drainase postural
dengan tepat.
· Batuk berkurang.
· Tidak merokok.
· Mengungkapkan bahwa
serbuksari,asap,gas, debu,
dan suhu yang ekstrem
serta kelembaban adalah
iritan yang harus dihindari.
· Mengidentifikasi tanda-tanda
infeksi dini.
· Bebas dari infeksi ( tidak ada
demam, tidak ada
perubahan dalam
sputum, mengalami
dispnea lebih ringan.
· Mengungkapkan penting
untuk memberitahukan
dokter saat ditemukan
tanda-tanda dini infeksi.
· Mengungkupkan
pentingnya untuk
menjauhi kerumunan
atau individu dengan
demam pada musim flu.
· Merencanakan untuk
mendiskusikan tentang
vaksinasi flu dan
pneunmonia dengan
dokter yang membantu
mencegah infeksi
Perbaikan dalam pola
pernapasan
Kriteria hasil:
· Melatih pernapasan bibir
dirapatkan dan diafragmatik
serta menggunbakannya
ketika sesak napas dan saat
melakukan aktivitas.
· Memperlihatkan tanda-
tanda penurunan upaya
bernapas dan membuat
jarak dalam aktivitas.
· Menggunakan pelatihan
otot-otot inspirasi, seperti
yang diharuskan selama, 10
menit setiap hari.
Kemandirian dalam aktivitas
perawatan diri
Kriteria hasil:
·Menggunakan pernapasan
terkontrol ketika mandi,
membungkuk, dana
berjalan.
Membuat jarak aktivitas
kehidupan sehari-hari dan
menyelinginya dengan periode
istirahat untuk mengurangi
keletihan dan dispnea.
·Menguraikan strategi
penghematan energi.
· Melakukan aktivitas
perawatan diri yang sama
seperti sebelumnya.
· Melakukan drainase
postural dengan benar.
Perbaikan dalam toleran aktivitas
Kriteria hasil:
·Melaukan aktivitas dengan
napas pendek lebih sedikit.
· Mengungkapkan perlunya
untuk melakukan latihan
setiap hari dan
memperagakan rencana
latihan yang akan dilakukan
di rumah.
· Berjalan dan secara
bertahap meningkatkan
waktu dan jarak berjalan
untuk memperbaiki kondisi
fisik.
Pencapaian tingkat koping yang
optimal
Kriteria hasil:
·Mengekspresikan minat di
masa depan.
· Ikut serta dalam acara
pemulangan.
· Mendiskusikan aktivitas dan
metode yang dapat dilakukan
untukmenghilangkan sesak
napas.
· Mengunakan teknik relaksasi
dengan sesuai.
· Mengekspresikan minat
dalam program rehabilitas
paru.
· Mengali sumber-sumber
yang tersedia untuk
modifikasi pekerjaan.
Kepatuhan dengan program
terapeutik dan perawatan di
rumah
Kriteria hasil:
· Mengerti tentang
penyakitnya dan apa yang
mempengaruhinya.
· Mengungkapkan
pentingnya untuk
memelihara fungsi paru
yang masih ada dengan
mematuhi program yang
diharuskan.
· Berhenti merokok atau
mendaftarkan pada
program penghentian
merokok.
1. Berikan bronkodilator sesuai yang
diharuskan :
a. Dapat diberikan per oral,
intravena, rectal atau
dengan inhalasi.
b. Berikan bronkodilator oral
atau intravena pada
waktu yang berselingan
dengan tindakan
nebuliser.
2. Evaluasi efektifitas tindakan
nabuliser, inhaler dosis terukur, atau
IPPB(Inspiratory Positive Pressure
Breathing.)
a. Kaji penurunan sesak
napas, penurunan mengi
atau krekles, kelonggaran
sekresi, penurunan
ansietas.
b. Pastikan bahwa tindakan
diberikan sebelum
makan untuk
menghindari mual dan
untuk menghindari
c. keletihan yang menyartai
aktivitas makan.
3. Intruksikan dan berikan dorongan
pada pernapasan diagfagmatik dan
batuk yang efektif.
4. Berikan oksigen dengan metoda
yang diharuskan.
a. Jelaskan pentingnya
tindakan ini pada pasien.
b. Evaluasi efektivitas :
amati tanda-tanda
hipoksia. Ingat kan
dokter jika timbul
gelisah, ansietas,
somnolen, saianosis,
atau takikardi.
c. Analisa gas darah arteri
dan bandingkan dengan
nilai-nilai dasar. Bila
fungsi arteri dilakukan
dan sampel darah
diambil, tekan tempat
fungsi selama 5 menit
untuk mencegah
perdarahan arteri.
d. Lakukan oksimetri nadi
untuk memantau
saturasi oksigen.
e. Jelaskan bahwa tidak
merokok dianjurkan
pada pasien atau
pengunjung ketika
oksigen digunakan.
1. Berikan pasien 6 sampai 8 gelas
cairan/ hari kecuali terdapat kor
pulmonal.
2. Ajarkan dan berikan dorongan
penggunaan teknik pernapasan
diagfargmatik dan batuk.
3. Bantu dalam memberikan tindakan
nebuliser, inhaler dosis terukur atau
IPPB.
4. Lakukan drainase postural dengan
perkusi dan vibrasi pada pagi hari dan
malam hari sesuai dengan
diharuskan.
5. Instruksikan pasien untuk
menghindari iritan seperti asap rokok,
aerosol, suhu yang ekstrem, dan
asap.
6. Ajarkan tentang tanda-tanda dini
infeksi yang harus dilaporkan pada
dokter dengan segera:
a. Peningkatan sputum.
b. Perubahan dalam warna sputum
c. Peningkatan kekentalan sputum.
d. Peningkatan napas pendek, rasa
sesak di dada, keletihan.
e. Peningkatan batuk.
7. Berikan antibiotik sesuai yang
diharuskan.
8. Berikan dorongan pada pasien untuk
melakukan imunisasi terdapat
influenza dan Streptococcus
pneumoniae.
1. Ajarkan pasien pernapasan
diagfragmatik dan pernapasan bibir
dirapatkan.
2. Berikan dorongan untuk menyelingi
aktivitas dengan periode istirahat.
Berikan pasien membuat beberapa
keputusan ( mandi,bercukur)
tentang perawatannya berdasarkan
pada tingkat toleransi pasien.
3. Berikan dorongan pengunaan
pelatihan otot-otot pernapasan jika
diharuskan.
1. Ajarkan pasien untuk
mengkoordinasikan pernapasan
diafragmatik dengan aktivitas (mis,
berjalan, membungkuk)
2. Berikan pasien dorongan untuk
mulai mandi sendiri,berpakaian
sendiri, berjalan, dan minum cairan.
Bahas tentang penghematan energi.
3. Ajarkan tentang drainase postural
bila memungkinkan.
1. Dukungan pasien dalam
menegakkan regimen latihan teratur
dengan menggunakan treadmil dan
exercycle, berjalan atau latihan
lainnya yang sesuai, seperti berjalan
perlahan.
a. Kaji tingkat fungsi pasien
yang terakhir dan
kembangkan rencana latihan
berdasarkan pada status
fungsi dasar.
b. Sarankan konsultasi dengan
ahli terapi fisik untuk
menentukan program latihan
spesifik terhadap kemampuan
pasien.Siapkan unit oksigen
portabel untuk berjaga-jaga
jika diperlukan selama latihan
1. Mengadopsi sikap yang penuh
harapan dan memberikan semangat
yang ditujukan pada pasien.
2. Dorong aktivitas sampai tingkat
toleransi gejala.
3. Ajarkan teknik relaksasi atau berikan
rekaman untuk relaksasi bagi pasien.
4. Daftarkan pasien pada program
rehabilitasi pulmonari bila tersedia.
5. Sarankan konseling vokasional
untuk menggali kesempatan
alternatif pekerjaan ( jika
memungkinkaan)
1. Bantu pasien mengerti tentang
tujuan jangka pendek dan jangka
panjang .
a. Ajarkan pasien tentang
penyakit dan perawatannya.
2. Diskusikan keperluan untuk
berhenti merokok. Berikan
informasi tentang sumber-
sumber kelompok (mis
Smoke Enders, American
cancer society)
1. Bronkodilator mendilatasi
jalan napas dan
membantu melawan
edema mukosa bronkial
dan spasme muskular.
Karena efek samping
biasa terjadi pada tindakan
ini, dosisobat disesuaikan
dengan ceramat untik
setiap pasien, sesuai
dewngan toleransi dan
respons klinisnya.
2.Mengkombinasikan
medikasi dengan
aerosolized
bronkodilator nebulisasi
biasanya digunakan
untuk mengendalikan
bronkokonstriksi.
Pemberiantindakan
yang tidak tepat akan
mengurangi
keekfetifannya.
Aerolisasimemudahkan
klirens bronkial,
membantu
mengendalikan proses
inflamasi, dan
memperbaiki fungsi
ventilasi.
3. Teknik ini memperbaiki
ventilasi dengan
membuka jalan napas
dan membersihkan
jalan napas dan
membersihkan jalan
napas dari sputum.
Pertukaran gas di
perbaiki.
4. Oksigen akan memperbaiki
hipoksemia,. Diperlukan
ovservasi yang cermat
terhadap aliran atau
presentase yang diberikan
dan efeknya pada
pasien.jika pasien
mengalami retensi CO2
kronis, maka ghipoksia
dirangsang untuk
bernapas. Kelebihan
oksigen dapat menekan
dorongan hipoksik dan
dapat terjadi kematian.
Pasien ini umumnya
membutuhkan laju aliran
oksigen yang rendah 1
sampai 2 L/ menit. Gas
darah arteri periodik dan
oksimetri nadi membantu
untuk mengevaluasi
keadekuatan oksigenasi.
1. Hidrasi sistemik menjaga
sekresi tetap lembab dan
memudahkan untuk
pengeluaran. Cairan
harus diberikan dengan
kewaspadaan jika
terdapat gagal jantung
sebelah kanan.
2. Teknik ini akan
membantu memperbaiki
ventilasi dan untuk
menghasilkan sekresi
tanpa menyebabkan
sesak napas dan
keletihan.
3. Tindakan ini
menambahkan air ke
dalam percabagngan
bronkial dan pada
sputum, menurunkan
kekentalannya, sehingga
memudahkan evakuasi
sekresi.
4. Menggunakan gaya
gravitasi untuk
membantu
membangkitkan sekresi
sehingga sekresi dapat
lebih mudah dibatukkan
atau diisap.
5. Iritan bronkial
menyebabkan
bronkokonstriksi dan
meningkatkan
pembentukan lendir,
yang kemudian
mengganggu klirens jalan
napas.
6. Infeksi pernapasan
minor yang tidak
memberikan konsekuensi
pada individu dengan
paru-paru yang normal
dapat menyebabkan
gangguan fatal bagi
individu dengan
emfisema. Pengenalan
dini amat penting.
7. Antibiotik mungkin
diserapkan untuk
mencegah atau
mengatasi infeksi.
8. Individu dengan kondisi
pernapasan rentan
terhadap infeksi dan
diberikan dorongan untuk
melakukan imunisasi.
1. Membantu pasien
memperpanjanga waktu
ekspirasi. Dengan teknik
ini, pasien akan bernapas
lebih efisien dan efektif.
2. Memberikan jeda aktivitas
akan memungkinkan
pasien untuk melakukan
aktivitas tanpa distres
berlebihan.
3. Menguatkan dan
mengondisikan otot-otot
pernapasan.
1. Akan memungkinkan
pasien untuk lebih aktif
dan untuk menghindari
keletihan yana berlebihan
atau dispnea selama
aktivitas.
2. Sejalan dengan
teratasinya kondisi, pasien
akan mampu melakukan
lebih banyak namun perlu
didorong untuk
menghindari peningkatan
ketergantungan.
3. Memberikan dorongan
pada pasien untuk terlibat
dalam perawatan dirinya.
Membangun harga diri
dan menyhiapakan pasien
untuk mengatasinya di
rumah.
1. Otot-otot yang mengalami
kontaminasi
membutuhkan lebih
banyak oksigen dan
memberikan beban
tambahan pada paru-
paru. Melalui latihan yang
teratur, bertahap,
kelompok otot ini
menjadi lebih terkondisi,
dan pasien dapat
melakukan lebih banyak
tanpa mengalami napas
pendek. Lattihan yang
bertahap memutus siklus
yang melemahkan ini.
1. Suatu perasaan harapan
memberikan pasien
sesuatu yang dapat
dikerjakan, ketimbang sikap
yang merasa kalah, tidak
berdaya.
2. Aktivitas mengurangi
ketegangan dan
mengurangi tingkat dispnea
sejalandengan pasien
menjadi terkondisi.
3. Relaksasi mengurangi
stress dan asietas dan
membantu pasien untuk
mengatasi
ketidakmampuanya.
4. Program rehabilitas paru
telah menunjukkan dapat
meningkatkan perbaikan
subjektif status dan harga
diri pasien juga
meningkatkan toleransi
latihan serta mengurangi
hospitalisasi.
5. Modifikasi pekerjaan
mungkin harus dibuat
dari sumber-sumber
yang sesuai digunakan
untuk mencapai tujuan in
1. Pasien harus mengetahui
ada metode dan rencana
dimana ia memainkan
peran yang besar. Pasien
harus mengetahui apa
yang diperkirakan.
Mengajarkan pasien
tentang kondisinya adalah
salahsatu aspek yang
paling penting untuk
perawatannya, tindakan
ini akan menyiapkan
pasien untuk hidup dalam
danmengatasi kondisi
serta memperbaiki
kualitas hidup.
2. Asap tembakau
menyebabkan kerusakan
pasti pada paru dan
menghilangkan
mekanisme proteksi
paru-paru . aliran udara
terhambat dan kapasitas
paru menurun.
3.4 Implementasi Keperawatan
Tujuan utama bagi pasien dapat mencakup perbaikan dalam
pertukaran gas, pencapaian jalan napas klien, perbaikan pola nafas,
kemandiriandalam aktivitas perawatan diri, perbaikan dalam
kemampuan koping, kepatuhan pada program terupetik dan
perawatan di rumah, dan tidak adanya komplikasi.
Implementasi yang dilakukan pada pasien PPOK yaitu:
a. Memperbaiki pertukaran gas.
Bronkospasme yang timbul pada penyakit paru, mengurangi
diameter dan bronki yang kecil, mengakibatkan stasis sekresi dan
infeksi. Bronkospasme dideteksi ketika terdengar mengi saat
diauskultasi. Peningkatan pembentukan mucus sejalan dengan
penurunan aksi mukosiliaris menunjang penurunan lebih lanjut
diameter bronki dan mengakibatkan penurunan aliran udara serta
penurunan pertukaran gas, yang diperburuk oleh kehilangan daya
elastisitas paru.
Perubahan dalam jalan napas ini mengharuskan pasien
dipantau terhadap dispnea dan hipoksia. Jika diresepkan
bronkodilator dan kortikosteroid, perawat harus memberikan
obat-obat tersebut dengan tepat dan waspada terhadap
kemungkinan efek sampingnya. Hilangnya bronkospasme
dikuatkan dengan mengukur perbaikan dalam laju ekspirasi
(berapa lama diperlukan untuk ekshalasi dan jumlah udara yang
dihembuskan) dan mengkaji apakah pasien mengalami lebih
sedikit dispnea.
b. Pembuangan sekresi bronchial
Tujuan utama dalam pengobatan PPOK adalah untuk
menghilangkan kuantitas dan viskositas sputum untuk
memperbaiki ventilasi paru dan pertukaran gas. Semua iritan paru
harus disingkirkan terutama merokok, yang merupakan sumber
persisten iritan paru. Masukan cairan yang banyak (6-8 gelas)
sehari sangat dianjurkan untuk mengencerkan sekresi. Alasan lain
memperbanyak masukan cairan adalah kecendrungan pasien
untuk bernapas melalui mulut, yang meningkatkan kehilangan air.
Menghirup air yang diuapkan juga membantu karena uap ini dapat
melembabkanpercabangan bronchial, menambahkan ke dalam
sputum dan menurunkan viskositasnya, sehingga dapat lebih
mudah untuk dibatukkan.
Drainase postural dengan perkusi dan vibrasi menggunakan
bantuan gaya gravitasi untuk membantu menaikkan sekresi
sehingga dapat di keluarkan atau diisap dengan mudah. Terapi
yang dapat mendilatasibronkioles, seperti terapi aerosol,
bronkodilator aerosilasi, atau tindakan pernapasan tekanan positif
intermiten, harus diberikan sebelum drainase postural biasanya
karena sekresi akan mengalir lebih mudah setelah percabangan
trakeobronkial berdilatasi. Paseien diinstruksikan bernapas dan
batuk efektif untuk membantu mengeluarkan sekresi. Drainase
postural biasanya dilakukan ketika pasien bangun, untuk
membuang sekresi yang telah terkumpul sepanjang malam dan
sebelum istirahat untuk meningkatkan tidur.
c. Mencegah infeksi bronkopulmonal
Infeksi bronkopulmonal harus dikendalikan untuk
menghilangkan edema inflamasi dan untuk memungkinkan
penyembuhan aksi siliaris normal. Infeksi pernapasan minor yang
tidak memberikan dampak pada individu yang memiliki paru-paru
normal, dapat berbahaya bagi individu dengan PPOK. Batuk yang
berkaitan dengan infeksi bronchial memulai siklus yang ganas
dengan trauma dan kerusakan pada paru lebih lanjut, kemajuan
gejala, peningkatan bronkospasme, dan peningkatan lebih lanjut
terhadap kerentanan infeksi bronchial. Infeksi mengganggu fungsi
paru dan merupakan penyebab umum gagal napas pada individu
dengan PPOK.
Pada PPOK, infeksi dapat disertai dengan perubahan yang
sangat halus. Pasien diinstruksikan untuk melaporkan dengan
segera jika sputum mengalami perubahan warna, karena
pengeluaran sputum purulen atau perubahan karakter, warna atau
jumlah aadalah tanda dari infeksi.
d. Latihan bernapas dan training pernapasan
· Latihan bernapas
Sebagian besar individu dengan PPOK bernapas dengan dalam
dari dada bagian atas dengan cara yang cepat dan tidak efisien.
Jenis bernapas dengan dada atas ini dapat diubah menjai bernapas
diafragmatik dengan latihan. Training pernapasan diafragmatik
mengurangi frekuensi pernapasan, meningkatkan ventilasi
alveolar, dan kadanga membantu mengeluarkan udara sebanyak
mungkin selama ekspirasi.
· Bernapas dengan bibir dirapatkan melambatkan ekspirasi
mencegah kolaps units paru, dan membantu pasien untuk
mengendalikan paru dan membantu pasien untuk mengendalikan
frekuensi serta kedalaman pernapasan dan untuk rileks, yang
memungkinkan pasien untuk mencapai control terhadap dispnea
dan perasaan panic.
· Mengatur aktivitas
Pasien dengan PPOK mengalami penurunan toleransi terhadap
olahraga pada periode yang pasti dalam satu hari. Hal ini terutama
tampak nyata pada saat bangun di pagi hari, karena sekresi
bronchial dan edema menumpuk dalam paru-paru selama malam
hari ketika individu berbaring. Pasien sering tidak dapat mandi dan
mengenakan pakaian. Aktivitas yang membutuhkan mengangkat
lengan ke atas setinggi toraks dapat menyebabkan keletihan atau
distress pernapasan. Karena keterbatasan ini, psien harus ikut serta
dalamperencanaan aktivitas perawatan diri dengan perawat dan
dalam menentukan paling tepat untuk mandi dan berpakaian.
· Latihan otot pernapasan.
Ketika pasien telah mempelajari pernapasan difrgmaatik, suatu
program pelatihan otot-otot pernapasan mungkin diresepkan
untuk membantu menguatkan otot-otot yang digunakan dalam
bernapas. Program ini mengharuskan pasien bernapas terhadap
suatu tahanan selam 10-15 menit setiap hari. Resisten secara
bertahap ditingkatkan dan otot-otot menjadi terkondisi lebih baik.
Mengkondisikan otot-otot pernapasan membutuhkan waktu yang
lama, dan pasien diinstruksikan untuk melanjutkan latihan di
rumah.
e. Melakukan aktivitas perawatan diri.
Dengan membaiknya pertukaran gas, bersihan jalan napas, dan
perbaikan pola pernapasan, pasien dianjurkan untuk melakukan
aktivitas perawatan diri. Pasien diajarkan untuk mencoba
mengkoordinasikan pernapasaan difragmatik dengan aktivitas
seperti berjalan, mandi membungkuk, atau menaiki tangga. Pasien
garusmulai mandi, berpakaian, dan berjalan dalam jarak dekat
istirahat sesuai kebutuhan untuk menghindari keletihan dan
dispnea berlebihan. Cairan harus selalu tersedia, dan pasien harus
mulai minum tanpa harus diingatkan. Jika drainase postural akan
dilakukan dirumah, pasien diajrkan dan diawasi oleh perawat
sebelum dipulangkan.
f. Meningkatkan pengkondisian fisik.
Teknik pengkondisian fisik termasuk latihan pernapasan dan latihan
pengkondisianfisik secara umum yang dimaksudkan untuk
memulihkan dan meningkatkan ventilasi paru. Terdapat hubungan
yang erat anatara kebugaran fisik dan kebugaran pernapasan.
Program latihan dan pengkondisian fisik secara bertahap
mencakup treadmill, sepeda statis, dan tingkat berjalan yang
diukur telah menunjukkan manfaat perbaikan gejala dan
meningkatkan kapasitas kerja serta toleransi aktivitas. Aktivitas
fisik yang dapat dilakukan pada jadwal teratur yang menetap
sangat membantu. System oksigen portable dengan berat yang
ringan tersedia untuk pasien ambulatory yang membutuhkan
terapi oksigen selama aktivitas fisik untuk menurunkan hipoksia.
Jenis rehabilitasi ini memperbaiki kualitas hidup.
g. Peningkatan tindakan koping
Segala factor yang mengganggu bernapas normal secara alamiah
dapat mencetuskan ansietas, depresi, dan perubahan perilaku.
Banyak pasien mendapati mudah mengalami kelelahan dengan
aktivitas ringan. Napas pendek yang konstan dan keletihan dapat
membuat pasien mudah gelisah dan mengarah pada panic.
Aktivitas yang dibatasi, frustasi karena harus bersusah payah
untuk bernapas, dan realisasi bahwa penyakit yang diderita
berkepanjangan dan tidak kunjung menyembuh, dan
menyebabkan pasien untuk bereaksi marah, deprsesi dan perilaku
yang terlalu menuntut. Fungsi seksual dapat terganggu, yang juga
menghilangkan harga diri.
3.5 Evaluasi
Hasil yang Diharapkan
1. Menunjukkan perbaikan pertukaran gas dengan menggunakan
bronkodilator dan terapi oksigen sesuai yang diresepkan.
a. Tidak menunjukkan tanda-tanda kegelisahan, konfusi, atau agitasi.
b. Mempunyai nilai-nilai gas darah arteri yang stabil ( tetapi tidak harus
nilai-nilai yang normal karena perubahan kronis dalam
kemampuan pertukaran gas dari paru-paru ).
2. Mencapai bersihan jalan napas
a. Berhenti merokok
b.Menghindari bahan-bahan yang merangsang dan suhu yang
ekstrim.
c. Meningkatkan masukan cairan hingga 6 sampai 8 gelas sehari.
d. Melakukan drainase postural dengan benar.
e.Mengetahui tanda-tanda dini infeksi dan waspada terhadap
pentingnya melaporkan tanda-tanda ini jika terjadi.
3. Memperbaiki pola pernapasan
a. Berlatih dan menggunakan pernapasan diafragmatis dan bibir
dirapatkan.
b. Menunjukkan penurunan tanda-tanda upaya bernapas
4. Melakukan aktivitas perawatan diri dalam batasan
toleransi
a. Mengatur aktivitas untuk menghindari keletihan dan dispnea
b. Menggunakan pernapasan terkendali ketika melakukan aktivitas
5. Mencapai toleransi aktivitas, dan melakukan latihan serta melakukan
aktivitas dengan sesak napas lebih sedikit.
6. Mendapatkan mekanisme koping yang efektif serta ikut serta dalam
program rehabilitas paru.
7. Patuh terhadap program terapeutik
a. Mengikuti regimen pengobatan yang diharuskan
b. Berhenti merokok
c. Mempertahankan tingkat aktivitas yang dapat diterima
8. Bebas dari komplikasi
a. Menunjukkan tidak adanya bukti-bukti gagal atau insufisiensi
pernapasan
b. Mempertahankan gas darah yang sesuai
c. Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
PPOK merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan
dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan
keluar udara paru-paru. ( Penyakit Paru Obstruksi Kronis) adalah
klasifikasi luas dari gangguan, yang mencangkup bronkitis kronis,
bronkiestasis, emfisema, dan asma. PPOK disebabkan oleh factor
lingkungan dan gaya hidup. Perkembangan gejala-gejala yang
merupakan ciri dari PPOM adalah malfungsi kronis pada sistem
pernafasan yang manifestasi awalnya yaitu sesak napas. Batuk-
batuk dan produksi dahak khusunya yang makin menjadi di saat
pagi hari. Kehilangan berat badan yang cukup drastis. Pasien
mudah sekali merasa lelah dan secara fisik banyak yang tidak
mampu melakukan kegiatan sehari-hari. Hilangnya nafsu makan
karena produksi dahak yang makin melimpah.Penurunan daya
kekuatan tubuh.
4.2 Saran
Di dalam masalah PPOK, sebaiknya terlebih dahulu
mencegah faktor pencetus seperti asap rokok, polusi udara dan
lain-lain agar tidak terkena PPOK. Karena mengingat penderita akan
mengalamisakit yang berkepanjangan dan hal ini sangat
merugikan penderita.