• About
  • Sitemap
  • Privacy Policy
  • Disclaimer
  • Contact

INDIKESMA.COM

INFORMASI PENDIDIKAN KESEHATAN MADURA

  • Home
  • K.Masyarakat
  • Kedokteran
  • Keperawatan
  • Kebidanan
  • Farmasi
  • Galeri
  • Kampus
  • Info
  • Mahasiswa
Home » FARMASI » KEBIDANAN » KEPERAWATAN » MAKALAH AGAMA DARURAT

MAKALAH AGAMA DARURAT

STIKES INSAN SE AGUNG BANGKALAN



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Ulama sepakat, dalam keadaan darurat seseorang diperbolehkan untuk berdusta (suatu tindakan yang diharamkan Allah). Darurat di sini contohnya adalah ketika ia didatangi oleh seorang lalim yang akan membunuh seseorang yang sedang bersembunyi, ia boleh berbohong untuk melindungi orang itu. Atau ada orang ingin merampas harta yang dititipkan kepadanya, ia boleh mengatakan tak mengetahui keberadaan harta itu. Menurut para ulama, dusta demikian sangat diperbolehkan, bahkan bisa menjadi wajib, demi menjaga jiwa dan kehidupan orang yang terancam itu.
Dari berbagai contoh kasus yang disepakati oleh para ulama, jelaslah bahwa kebolehan untuk melakukan sesuatu yang diharamkan itu, dalam ajaran Islam, semata-mata demi untuk menghilangkan dlarar dan menjaga jiwa pelakunya. Kebolehan ini didasarkan pada hadis Nabi saw.: lâ dlarara wa lâ dlirâr (tidak berbahaya dan tidak membahayakan), yang kemudian dirumuskan oleh para ahli hukum Islam menjadi kaidah al-dlararu yuzâlu (bahaya itu [harus] dihilangkan). Dari kaidah inilah, kemudian dimunculkan dan disepakati oleh para ulama kaidah populer al-dlarûrâtu tubîh al-mahdhûrât (darurat dapat memperbolehkan hal-hal yang dilarang). Jadi, keadaan darurat dalam qawâ’id fiqhiyyah dirumuskan sebagai sesuatu keadaan yang kalau tidak dilakukan, seseorang bisa mati karenanya. Keselamatan jiwa adalah ukurannya. Inilah yang menjadi sebab adanya keringanan atau penghapusan beban hukum selama keadaan darurat itu belum hilang.
Dalam wacana ushûl al-fiqh, kondisi demikian merupakan bagian dari kemaslahatan yang bersifat dlarûriyyah, yakni suatu kemaslahatan primer dalam kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat, yang jika tidak terwujud maka rusaklah kehidupan dunia, dan kehidupan umat manusia akan terancam. Dalam ushûl al-fiqh, kemaslahatan dlarûriyyah meliputi pemeliharaan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta (hifzh al-dîn, hifzh al-nafs, hifzh al-’aql, hifzh al-nasl, hifzh al-mâl), sementara dalam qawâ’id fiqhiyyah lebih ditekankan pada aspek pemeliharaan jiwa (hifzh al-nafs). Keadaan darurat dalam ushul fiqh dirumuskan sebagai sesuatu keadaan yang kalau tidak dilakukan, salah satu di antara komponen kehidupan yang lima akan terancam. Jadi, keselamatan jiwa bukan satu-satunya yang dijadikan ukuran.



1.2 RUMUSAN MASALAH
Ø  Apa yang dimaksud dengan Darurat ?
Ø  Dalil apa saja yang memperbolehkan sesuatu yang diharamkan dalam keadaan darurat ?
Ø  Apa saja batasan darurat itu ?
Ø  Apakah hukum mengkonsumsi makanan yang haram dalam keadaan darurat ?
Ø  Bagaimana kaidah-kaidah yang berkenaan tentang darurat ?

1.3 TUJUAN
Ø  Kita bisa mengetahui pengertian dari darurat.
Ø  Bisa menjelaskan dalil yang memperbolehkan sesuatu yang diharamkan dalam keadaan darurat.
Ø  Mengetahui batasan-batasan darurat.
Ø  Menjelaskan hukum mengkonsumsi makanan yang haram dalam keadaan darurat.
Ø Menjelaskan kaidah-kaidah yang berkenaan dengan darurat.








BAB II
PEMBAHASAN
2.1           Pengertian darurat
Darurat secara bahasa adalah berasal dari kalimat "adh dharar" yang berarti sesuatu yang turun tanpa ada yang dapat menahannya.
Makna idhtirar ialah ihtiyaj ilassyai' yaitu membutuhkan sesuatu. Dalam mu'jamul wasith disebutkan bahwa kalimat idhtiraru ilaihi bermakna seseorang sangat membutuhkan sesuatu. Jadi darurah adalah sebuah kalimat yang menunjukkan atas arti kebutuhan atau kesulitan yang berlebihan.
Darurat secara istilah menurut para ulama ada beberapa pengertian diantaranya adalah:
  • Darurat ialah posisi seseorang pada suatu batas dimana kalau tidak mau melanggar sesuatu yang dilarang maka bisa mati atau nyaris mati. Posisi seperti ini memperbolehkan ia melanggarkan sesuatu yang diharamkan.
  • Abu Bakar Al Jashas, "Makna darurat disini adalah ketakutan seseorang pada bahaya yang mengancam nyawanya atau sebagian anggata badannya karena ia tidak makan.
  • Menurut Ad Dardiri, "Darurat ialah menjaga diri dari kematian atau dari kesusahan yang teramat sangat.
  • Menurut sebagian ulama dari Madzhab Maliki, "Darurat ialah mengkhawatirkan diri dari dari kematian berdasarkan keyakinan atau hanya sekedar dugaan.
  • Menurut Asy Suyuti, "Darurat adalah posisi seseorang pada sebuah batas dimana kalau ia tidak mengkonsumsi sesuatu yang dilarang maka ia akan binasa atau nyaris binasa.
  • Darurat adalah menjaga jiwa dari kehancuran atau posisi yang sangat darurat sekali, maka dalam keadaan seperti ini kemudaratan itu membolehkan sesuatu yang dilarang.

2.2           Dalil-dalil yang menunjukkan diperbolehkannya sesuatu yang diharamkan dalam keadaan darurat.

Pertama; dalil dari al quran
"Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Firman Allah, "Sedang dia tidak menginginkannya" Artinya dalam memakannya sehingga melebihi yang dibutuhkannya. Dalam firman Allah dan tidak (pula) melampaui batas Artinya begitu seseorang mendapatkan pilihan memakan hal-hal yang diharamkan tersebut iapun memakannya.

Menurut As Sa'dit, makna firman Allahl, "sedang dia tidak menginginkannya" ialah seseorang memakan hal-hal yang diharamkan tersebut semata-mata karena memang terpaksa. Bukan malah dengan menikmati atau merasakan enaknya. Itu berarti ia menginginkannya. Adapun makna firman Allahl, "Dan tidak melampaui batas" ialah makannya hingga melampaui batas kenyang.
Kedua; dalil dari as sunnah
عَنْ أَبِيْ وَاقِدٍ اللَّيْشِي قَالَ, قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّا بِأَرْضٍ تُصِيْبُنَا بِهَا مَخْمَصَةٌ فَمَا يُحِلُّ لَنَا مِنَ المَيْتَةِ؟ قَالَ: اِذَا لَمْ تَصْطَبِحُوْا وَلَمْ

تَعْتَبِعُوْا وَلَمْ تَحْتَفِئُوْا بَقْلاً فَشَأْنُكُمْ بِهَا
Bersumber dari abu waqid al laits ia berkata, "Aku bertanya kepada rasulullah n, "Rasulullah, kami berada disebuah daerah yang tengah dilanda bencana ke;aparan. Apakah kami halal memakan bangkai? Beliau menjawab, "Kalau memang kalian tidak menemukan makanan yang bisa kalian makan pada pagi dan sore hari dan bahkan tidak mendapatkan sayuran yang bisa kalian cabut, maka silahkan kalian makan bangkai itu.

2.3    Batasan-batasan darurat
Pertama, batasan darurat yang memeperbolehkan sesuatu yang diharamkan.
Disebutkan dalam catatan pinggir kitab al muqni', sesungguhnya darurat itu hanya yang berkait dengan kekhawatiran terhadap kematian saja. Demikian menurut pendapat yang shahih. Pendapat yang dikutib dari imam ahmad bin hanbal menyatakan, disebut dalam keadaan darurat kalau seseorang yakin bahwa nyawanya nyaris terancam melayang kalau sampai ia tidak mau memakan sesuatu yang haram. Ada yang berpendapat, tidak harus. Seseorang yang takut akan terjadi resiko pada dirinya saja sudah bisa dikatakan ia dalam keadaan darurat.
Menurut Imam Suyuthit, "Darurat ialah posisi seseorang yang sudah berada dalam batas maksimal jika ia tidak mau mengkonsumsi sesuatu yang dilarang agama ia bisa mati atau hamper mati. Atau khawatir salah satu anggata tubuhnya bisa celaka.

Kedua, ukuran yang boleh dikonsumsi orang yang sedang dalam keadaan darurat.
Tidak ada perbedaan pendapat dikalangan para ulama, bahwa jika seseorang mengalami rasa lapar yang cukup lama dan terus menerus ia boleh memakan bangkai sampai kenyang. Hukum ini berlaku bagi makanan-makanan lainnya yang dilarang. Maksudnya ia memakan sekedarnya saja, tidak boleh memakannya melebihi dari kenyang.


2.4           Hukum Mengkonsumsi Makanan yang Haram dalam keadaan Darurat

Al 'Izzuddin Bin Abdissalam  mengatakan, "Misalkan seseorang terpaksa harus memakan barang yang najis ia wajib memakannya, karena resiko hilangnya nyawa jauh lebih besar daripada resiko yang diakibatkan memakan barang-barang najis. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah  berkata, "Seseorang yang sedang dalam keadaan darurat wajib memakan atau meminum sesuatu yang dapat mempertahankan nyawanya. Jika ia terpaksa harus memakan bangkai atau meminum air najis lalu ia tidak mau melakukannya hingga meninggal dunia, maka ia masuk neraka.
Dan berkata lagi, "Semua barang-barang yang jelek itu diperbolehkan bagi seseorang yang sedang dalam keadaan darurat. Dalam keadaan darurat ia harus makan bangkai, darah dan daging babi. Dan dalam keadaan darurat pula ia harus meminum air sesuatu yang dapat menyegarkannya seperti air yang najis dan air kencing.
Menurut pendapat yang di unggulkan, dalam keadaan darurat seseorang wajib mengkonsumsi sesuatu yang diharamkan. Jika ia sampai menolak lalu mati maka ia berdosa, kecuali kalau ia memang tidask tahu. Soalnya ia sanggup untuk mempertahankan hidupnya denga sesuatu yang telah dihalalkan oleh Allah kepadanya. Jadi ia harus memakannya, sama seperti kalau ia punya makanan yang halal.
Menolak mengkonsumsi bangkai dan sebagainya hingga meninggal dunia sama seperti bunuh diri atau membawa pada kebinasaan, karena dalam keadaan darurat perbuatan itu telah dijamin kebolehannya oleh agama.

2.5    Kaidah-Kaidah yang Berkenaan tentang Darurat
Pertama, الضَـــرَرُ يُـــزَالُ (kemudharatan itu harus dihilangkan). Dasar kaidah ini adalah firman Allah swt,
"Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi" [Qs Al Baqarah: 11].
"Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." [Qs Al Qashas:77]. Dan hadits nabi saw,
لاَضَرَرَ وَلاَضِرَار
"Dan membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain"
Masalah-masalah hukum fikih yang tercakup dalam kaidah ini banyak, misalnya:
  1. Didalam muammalat, mengembalikan barang yang telah dibeli lantaran adanya cacat diperboehkan. Demikian pula macam-macamkhiyar dalam transaksi jual beli karena terdapat beberapa sifat yang tidak sesuai dengan yang telah disepakati.
  2. Pada bagian jinayat, agama menentukan hukumnya qishas, hudud, kafarat, menganti rugi kerusakan, mengangkat para penguasa untuk menumpas pengacau atau pemberontak dan menindak para pelaku kriminalitas dan lain-lainnya.
  3. Pada bagian munakahat, islam membolehkan perceraian yaitu didalam situasi dan kondisi kehidupan rumah tangga yang sudah tidak teratasi, agar kedua suami istri tidak mengalami penderitaan batin terus menerus.
Kedua, الـــضَرُوْرَاتُ تُبِيْحُ المَحْـــــــظُوْرَاتِ (Kemudharatan-kemudharatan itu membolehkan hal-hal yang dilarang).

Ketiga, لاَحَــــرَامَ مَعَ الضَرُوْرَاتِ وَلاَ كَــــرَاهَةَ مَعَ الحَاجَةِ (Tidak ada hukum haram beserta dharurat dan hukum makruh beserta kebutuhan). Dasar kaidah ini adalah firman Allah Qs Al Baqarah: 173, Al Maidah: 4.
Jadi kaidah ini dapat disimpulkan, bahwa dalam keadaan sangat terpaksa, maka orang diizinkan melakukan perbuatan yang dalam keadaan biasa terlarang, karena apabila tidak demikian, mungkin akan menimbulkan suatu kemudharatan pada dirinya. Contoh: orang yang sedang mengalami kelaparan. Makanan yang ada hanya bangkai saja. Bangkai ini baginya halal dimakan. Didalam kondisi yang sama karena kehausan orang boleh minum minuman keras, sebab yang ada hanya minuman keras itu saja.

Keempat, مَا اُبِيــــــْحُ لِلضَّرُوْرَةِ يُقَــــدَّرُ بِقَدَرِهَا (Apa yang dibolehkan karena adanya kemudharatan diukur menurut kadar kemudharatan).

Kelima, مَا جَازَ لِعُـــذْرٍ بَــطَلَ بِزَوَالِهِ (Apa yang diizinkan karena udzur, hilang keizinan itu sebab hilangnya udzur)

Keenam, الـــــضَّرَرُ لاَيُزَالُ بِـــــــالضَّرَرِ (Kemudharatan itu tidak boleh dihilangkan dengan kemudharatan).

Ketujuh, دَرْءُ المَفَاسِدِ اَوْلَى مِنْ جَلْبِ المَصَالِحِ فَإِذَا تَعَارَضَ مَفْسَدَةٌ وَمَصْلَحَةٌ قٌدِّمَ دَفْعُ المَفْسَدَةِ غاَلِبًا (Menolak kerusakan lebih diutamakan daripada menarik kemaslahatan, dan apabila berlawanan antara mafsadah dan maslahah, didahulukan yang menolak mafsadah).

Kedelapan, اِذَا تَعَارَضَ مَفْسَـــدَتَانِ رُوْعِيَ اَعْظَمُهُمَا ضَرَرًا بِارْتِكَــــابِ اَخَفِّهَا (Apabila dua mafsadah bertentangan, maka diperhatikan mana yang lebih besar madharatnya dengan dikerjakan yang lebih ringan madharatnya).

Kesembilan, الحَــــــاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَرُوْرَةِ عَامَّةً كــــــاَنَتْ اَوْ خَاصَّةً (Kebutuhan itu menduduki kedudukan dharurat, baik hajat umum (semua orang) ataupun hajat khusus (satu golongan atau perorangan).

Kesepuluh, دَرْءُ المَفَاسِد أَوْلىَ مِنْ َجَلْبُ المَصَالِح ِ[menolak kerusakan itu lebih didahulukan daripada mendatangkan kemaslahatan].

Dalam hubungan dengan kaidah ini, bahwa kebutuhan seseorang itu ada 5 tingkat, yaitu:
  1. Tingkat darurat, tidak boleh tidak, seperti orang yang sudah sangat lapar, dia tidak boleh tidak harus mamakan apa saja yang dapat dimakan. Sebab kalau tidak makan, dia akan mati atau hampir mati.
  2. Tingkat hajat, seperti orang yang lapar. Dia harus makan, sebab kalau dia tidak makan dia akan payah, walaupun tidak membahayakan hidupnya.
  3. Tingkat manfaat, seperti kebutuhan makan yang bergizi dan memberikan kekuatan, sehingga dapat hidup wajar.
  4. Tingkat zienah, untuk keindahan dan kewewahan hidup, seperti makan makanan yang lezat, pakaian yang indah, perhiasan dan sebagainya.
5.      Tingkat fudlul, berlebih-lebihan, misalnya banyak makan makanan yang subhat atau yang haram dan sebagainya.





BAB III
PANUTUP

3.1 KESIMPULAN
Tidak mudah membolehkan sesuatu yang dilarang, apalagi melarang sesuatu yang jelas diperbolehkan. Menentukan suatu keadaan disebut darurat atau tidak juga bukan pekerjaan gampang. Keadaan darurat dalam pemahaman ajaran Islam senantiasa merujuk pada kondisi kehidupan manusia. Dalam kondisi di mana setiap insan bisa hidup secara bebas, bahkan memiliki kebebasan berfikir , agak gegabah disebut keadaan darurat, bila konsep darurat itu dalam wacana fiqih. Karena, sekali lagi, ukurannya adalah keselamatan jiwa manusia. Oleh karena itu, limit waktunya juga sangat singkat, yakni sebatas adanya jaminan kelestarian hidup dan keselamatan jiwa dalam suasana keadaan darurat tersebut. Jika jaminan hidup dan kepastian atas keselamatan jiwa itu diperoleh, maka hilanglah apa yang disebut keadaan darurat. Pemberlakuan hukum pun menjadi normal kembali. Namun dalam wacana ushul fiqih, ukurannya adalah bukan semata-mata keselamatan jiwa manusia, melainkan lima komponen kehidupan (Daruriyat al-khams). Oleh karena itu, limit waktunya bisa jadi tidak singkat, bahkan permanen, yakni selama tidak adanya jaminan kelestarian salah satu di antara lima kompenan hidup tersebut. Jika jaminan salah satu di antara lima kompenan hidup itu diperoleh, maka hilanglah apa yang disebut keadaan darurat. Pemberlakuan hukum pun menjadi normal kembali.
3.2 SARAN
Pada hakikatnya, kemunculan hukum-hukum islam itu adalah dimaksudkan untuk menjaga kemuliaan manusia dan memelihara kepentingan, baik yang bersifat khusus maupun umum. Syariat-syariat langit menentukan ada lima kebutuhan yang berisikan: Menjaga kehidupan manusia dengan mengharamkan membunuhnya, menjaga kehormatannya, menjaga akalnya, menjaga hartanya, dan menjaga agamanya.
Syariat islam adalah merupakan syariat terakhir yang membawa petunjuk bagi umat manusia. Dengan syariat itu Allah telah memberikan beberapa keistimewaan, antara lain; hal-hal yang bersifat umum, abadi dan meliputi segala bidang. Didalamnya telah diletakkan dasar-dasar hukum bagi manusia dalam memecahkan segala permasalahan.




DAFTAR PUSTAKA

www.google.com
http:\\walidrahmanto.blogspot.com
Posted by Unknown on - Rating: 4.5
Title : MAKALAH AGAMA DARURAT
Description : STIKES INSAN SE AGUNG BANGKALAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ulama sepakat, dalam keadaan darurat seseorang diperbol...

Share to

Facebook Google+ Twitter
Posting Lebih Baru
Posting Lama
Beranda

DAFTAR ISI

My Link

My Link

Logo

POPULER

  • Makalah teori dan model keperawatan Virginia Hunderson
  • makalah pelayanan farmasi di RS
  • MAKALAH EKG ( ELEKTROKARDIOGRAFI) MENGENAI GANGGUAN ARITMIA YANG BERASAL DARI SINUS DAN ATRIAL
  • Makalah Teori Dan Model Konsep Keperawatan Menurut Madeleine Leininger
  • Makalah Konsep Nyeri

My Facebook



MENU

  • FARMASI (9)
  • INFO (9)
  • Kampus (9)
  • KEBIDANAN (10)
  • KEPERAWATAN (26)
  • MAHASISWA KEPERAWATAN (7)
  • PHOTO (5)
  • PRIBADI (13)
ping fast  my blog, website, or RSS feed for Free seomonitor.php?aut=125716
Copyright © 2012 INDIKESMA.COM - All Rights Reserved
Powered by Blogger